Judul : Ini Cerita Saya, Penderita Hipertiroid
link : Ini Cerita Saya, Penderita Hipertiroid
Ini Cerita Saya, Penderita Hipertiroid
***
So, saat saya ada kerjaan liputan event KAI dengan stasiun terakhir di Gambir, saya sudah berencana pengen foto-foto di sekitar Monumen Nasional. 'Kan dari stasiun Gambir ke Monas tinggal jalan kaki wong letaknya sebelahan, yah meski jalan kakinya tetapi harus ribuan langkah. Stasiun Gambir kan nggak seimut stasiun Lempuyangan dimana keluar dari area cuma butuh puluhan langkah :))
Ngopi Bareng KAI |
Saya bersama seorang gadis, duh saya lupa namanya. Dia barista yang bertugas membagikan kopi di kereta selama perjalanan dari Stasiun Tugu sampai Stasiun Gambir. Saya ajak dia ke Monas dan dia mau, lha daripada tak tinggal sendiri di stasiun, hehehe.
Singkat cerita kami sampai di Monas, dengan pintu gerbang tertutup rapat. Digembok. Saya celingukan lihat kanan kiri. Nggak ada satpam yang bisa ditanyain. Saya mengedarkan pandangan sejauh mungkin, ternyata Monas sepi. Tak terlihat orang-orang bersliweran di dalam kompleks Monas. Lalu saya sadar jika setiap hari Senin kayaknya Monas tutup. Seperti beberapa museum atau destinasi wisata lain yang tutup saat Senin untuk proses pembersihan, kurasi dan lain-lain.
Gagal deh selfi sama si Monas. :(
Lalu kami duduk di dekat pagar besi. Menyaksikan jalanan ibukota yang makin ruwet. Hingga tangan saya iseng-iseng memegangi leher. Meraba-raba, hingga saya menemukan keanehan di leher sebelah kanan. Sepintas tidak terlihat ada yang aneh dengan leher saya.Tapi jika diraba ada semacam benjolan kecil, yang seperti menempel di tenggorokan. Saya bandingkan dengan yang sebelah kiri dan memang berbeda.
Apa ini Tuhan? Seketika saya makdeg. Saya yang merasa baik-baik saja. Tak pernah merasa sakit dan tak ada keluhan. Tapi saya tak bisa menyangkal, ada sesuatu yang tidak semestinya ada di leher saya. Saya berusaha mengenyahkan pikiran buruk.
Pas perjalanan pulang dari Gambir ke Jogja saya berusaha sesibuk mungkin dengan menginterview para penumpang kereta Taksaka malam yang mencicip kopi nusantara. Dan berharap melupakan benjolan di leher kanan. Tapi, gagal.
***
Mengenal Tirtoid, Hipertiroid dan Hipotiroid
Teman-teman di kantor menyarankan saya segera periksa ke dokter biar dicek secara lengkap, jadi tahu benjolan itu apa. Seorang teman kantor , Bu P bercerita jika dia dulu juga terkena gondok, atau nodul tiroid. Baru sebesar bakso, dan sudah dioperasi dulu sewaktu dia masih gadis.
Saya jadi ingat jika Bu PY tak pernah mau makan kobis karena dia pernah punya gondok dan dilarang oleh dokter untuk mengkonsumsi kobis. Seketika saya ingat jika saya sangat suka lalapan kobis, jika makan sate kambing atau tongseng saya memang tidak memakai nasi tetapi saya bisa makan kobis satu piring penuh. Bahkan jatah teman-teman saya saya makan kobisnya.
Saya jadi bertanya-tanya apakah gondok yang muncul ini ada hubungannnya dengan mengkonsumsi kobis? Tapi kubis itu enak, krenyes-krenyes. :))
Saya menggunakan kartu ASKES atau sekarang disebut BPJS, karena memang sudah merger antara Asuransi kesehatan untuk PNS dengan JKN. Memeriksakan ke faskes 1 yaitu dokter keluarga, setelah diraba leher saya, disuruh menelan dan benjolan tidak bergerak, maka fix ada gondok atau nodul tiroid di leher saya. Dokter menyarankan saya ke dokter penyakit dalam.
Ini adalah kali pertama saya memeriksakan diri ke dokter spesialis penyakit dalam. Saya merasa selalu sehat, pernah opname dua kali itu juga karena penyakit bawaan bayi yaitu Hyperemesis. Muntah yang berlebihan semasa hamil hingga kekurangan cairan dan harus diopname. Selain itu saya nggak pernah merasa sakit, lebih sering mengeluh karena nggak punya duit sih. Hahahaha.
Dokter spesialis penyakit dalam memeriksa leher saya. Diraba dan disuruh menelan. Jika benjolan tidak ikut naik turun, itu adalah nodul tiroid atau gondok. Kelenjar tiroid berbentuk kupu-kupu ada di sebelah kanan dan kiri. Gondok saya yang membesar di sebelah kanan, sedang yang kiri clean.
Kelenjar tiroid terletak di bagian depan leher dan berperan sebagai penghasil hormon tiroid. Hormon ini berfungsi untuk mengendalikan proses metabolisme, seperti mengubah makanan menjadi energi, mengatur suhu tubuh, dan mengatur denyut jantung.
Dokter menyarankan untuk di USG terlebih dahulu, kemudian saya di USG , kebetulan di sore itu juga bisa. Hanya menunggu dokter datang. Tempat saya periksa di RS Panti Rini yang tergabung dalam Yayasan Panti Rini, rumah sakit terdekat dari rumah karena tinggal menyebrang jalan Jogja - Solo.
Dari hasil USG terlihat ada beberapa benjolan, tidak cuma satu, ukurannya kecil-kecil berdiameter sekitar 1 cm dan 1,5 cm. Dari hasil USG dokter menyarankan saya untuk cek darah untuk mengetahui kadar TSH dan TF4. Dari hasil pemriksaan darah nanti baru bisa diketahui penyebab benjolan atau gondok itu. Apakah karena hipertiroid atau hipotiroid.
Okay, mari sedikit belajar tentang Hypertiroid ya gaes...
Ternyata tak selalu penderita tiroid mengalami nodul atau terdapat benjolan, banyak juga yang keluhannya seperti tangan tremor, bahkan adacyang sampai tubuhnya bergetar dan dia selalu mengkonsumsi obat untuk menormalkan kadar Tsh.
Lalu keluhan apa yang saya rasakan?
Selama ini saya merasa fine-fine saja. Menyelesaikan kerjaan di rumah, mengurus anak suami, kerja di kantor, bahkan liputan event atau acara blogger hingga ke luar kota juga no problem. Saya kembali merenung. Membaca berbagai jurnal dan artikel tentang Hipertiroid dan mulai mengenali tubuh saya. Ada problem apa di tubuh saya :1. Rambut rontok sangat banyak
Saya sempat mengeluh ke suami kenapa rambut rontok sejak setahun terakhir. Sama suami suruh periksa. Lha mosok cuma rontok harus ke dokter. Kan saya males. Sambat ke temen, katanya nggak papa, karena sudah bertambah umur biasanya rambut rontok. Tapi, menurut saya rontoknya sangat banyak, setiap menyisir bisa puluhan helai rontok, belum lagi kalau keramas. Untungnya rambut saya tebel jadi tidak menipis.
2. Tangan tremor
Salah satu ciri penderita kelainan kelenjar tiroid adalah tangan tremor. Saya jadi ngeh kenapa setiap ambil footage memakai HP atau kamera hasilnya selalu goyang. Saya coba melihat telapak tangan saya, sepertinya tidak bergetar. Kemudian saya meletakkan selembar kertas dan menaruhnya di punggung telapak tangan. Woi, kertasnya bergetar. Terlihat jelas setelah ada kertas diatasnya. Fix, saya memang tremor. :(
3. Tubuh mudah lelah
Nah, poin ini yang sangat saya rasakan. Setelah pulang dari kantor, lanjut ngurusin krucil n rumah, jam delapan sudah ngelonin bocah. Bruk. Sampai pagi nggak sadar. Jika ada deadline nulis, terpaksa saya mesti mampir di coffee shop sepulang kerja. Karena kalau sudah malam, saya nggak mampu untuk bangun lagi apalagi nulis.
Padahal beberapa tahun yang lalu, meski punya bayi, tengah malam saya masih kuat bangun buat nulis. Aktif ikut berbagai lomba ngeblog dan ngerjain sponsored post. Nulis sampai pagi dan paginya bablas ngantor. Saya kuat seperti itu. Sekarang? Lemes.
4. Sering sakit tenggorokan
Keluhan ini saya rasakan sejak setahun terakhir. Saya kira cuma radang biasa tapi kok sering. Tenggorokan serak. Makan gorengan satu biji saja berakibat batuk kering. Padahal saya ngga biasa minum es dan sebelumnya nggak pernah merasakan radang tenggorokan. Ternyata semua keluhan ini bermuara dari kelainan dari kelenjar endokrin saya yaitu kelenjar tiroid.
Rutin wira-wiri ke RS
Sebuah rumah sakit di kota Yogyakarta |
Sistem endokrin merupakan jaringan kelenjar dan organ yang memiliki peran penting dalam mengatur banyak fungsi tubuh seperti pertumbuhan sel, metabolisme, tumbuh kembang tubuh, dan proses reproduksi. Dalam sistem endokrin terdapat beberapa kelenjar seperti kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, kelenjar adrenal, dan kelenjar reproduksi yang memiliki fungsinya masing-masing.
Ohya, di ruang tunggu dokter spesialis endokrin saya bertemu dengan banyak pasien. Kebanyakan mereka adalah pasien diabet yang sudah akut. Ada yang penglihatannya hampir hilang, luka di bagian tubuhnya dan komplikasi.
Sudah lupakan pak dokter ganteng, karena dia tidak mau berlama-lama jadi dokter saya. Setelah hasil dari lab patologi anatomi keluar saya dirujuk ke gedung merah alias Instalasi Kanker.
"Pasien gondok yang harus dibedah memang diarahkan ke Instalasi Kanker Bu, gedungnya merah ada di belakang" sambil menunjuk ke gedung yang terlihat dari jendela lantai 6 gedung pusat Sardjito. Ehm, okey saya harus turun dan mengitari RS Sardjito dulu untuk mendaftar di Instalasi Tulip. Yang namanya kok bikin keder karena ada KANKER. Ngilu cuy.
FYI, diagnosa penyakit saya adalah Struma Nodusa. (Orang kebanyakan menyebut gondok) Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Karena pembesaran kelenjarku disertai tanda hipertiroid makan disebut Struma Nodusa Toksik.
Ehm, lelah ya wira-wiri periksa. Tapi demi kesehatan, itu semua harus diupayakan.
Seperti apa perjalanan saya jadi pasien di Instalasi Kanker Tulip? Penuh drama dan gagal operasi?
Simak dipostingan selanjutnya ya temans, saya sudah lelah mengetik. :))
Jangan lupa selalu jaga kesehatan, makan sehat, berpikir yang sehat dan olahraga.
Demikianlah Artikel Ini Cerita Saya, Penderita Hipertiroid
Anda sekarang membaca artikel Ini Cerita Saya, Penderita Hipertiroid dengan alamat link https://beritawawancara.blogspot.com/2020/05/ini-cerita-saya-penderita-hipertiroid.html
0 Response to "Ini Cerita Saya, Penderita Hipertiroid"
Posting Komentar