Judul : Pasukan Rajawali Bentukan BIN
link : Pasukan Rajawali Bentukan BIN
Pasukan Rajawali Bentukan BIN
Menjadi PolemikIlustrasi peragaan pasukan Rajawali dari Badan Intelijen Negara (BIN). (Screenshot via Instagram/@bambang.soesatyo)
Badan Intelijen Negara (BIN) baru saja memamerkan pasukan khusus Rajawali yang dilengkapi senjata laras panjang di hadapan sejumlah pejabat negara dalam kegiatan Peningkatan Statuta Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN), pada Rabu (9/9).
Keberadaan pasukan khusus ini langsung menjadi bahan perbincangan. Pengamat militer Institute For Security and Strategic Studies (ISSES), Khairul Fahmi, bahkan menyatakan BIN baru boleh memiliki pasukan khusus bersenjata lengkap apabila dipayungi oleh undang-undang.
"Ya jelas. Secara konstitusional negara hanya mengenal dua bentuk kekuatan bersenjata. Yang pertama namanya TNI. Yang kedua namanya Polri," kata Fahmi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Sabtu (12/9).
Fahmi menjelaskan di Indonesia hanya ada dua lembaga yang boleh memiliki kekuatan bersenjata, yakni TNI dan Polri.
TNI, dijelaskan Fahmi, adalah komponen utama negara untuk menegakkan kedaulatan, menjaga pertahanan serta menjalankan tugas dan fungsi operasi militer. TNI juga bisa menjalankan operasi militer selain perang.
Sementara Polri merupakan lembaga penegak hukum serta penegak keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Dua lembaga atau organisasi inilah yang memiliki mandat konstitusional sebagai kekuatan bersenjata dengan kewenangan ofensif," katanya.
Fahmi mengakui bahwa BIN memiliki fungsi pengamanan seperti diatur dalam UU No. 17 tahun 2011. Namun, bukan berarti BIN jadi boleh memiliki pasukan bersenjata.
Menurut Fahmi harus tetap ada pasal atau ayat dalam UU yang mengatur itu secara gamblang. Sebab kegiatan pengamanan yang dimaksud adalah dalam ranah fungsi intelijen.
"Karena ini adalah kegiatan pengamanan yang berada dalam ruang lingkup fungsi intelijen. Bukan yang lain," kata Fahmi.
Dalam UU No 17 tahun 2011 dan Perpres No 73 tahun 2017, dinyatakan bahwa BIN memiliki fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan. Tetapi tidak ada pasal atau ayat yang menyebutkan secara gamblang BIN boleh mempunyai pasukan bersenjata.
Sejak Juli 2020, BIN kini berada langsung di bawah Presiden RI Joko Widodo, dari semula di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam). Perubahan ini diresmikan lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 73 Tahun 2020.
Fahmi kemudian mempertanyakan tujuan pasukan khusus Rajawali yang dibentuk BIN. Sebab, BIN selama ini merupakan badan intelijen yang bahkan anggotanya banyak berasal dari kalangan sipil.
"Nah ini pasukan yang dibentuk oleh BIN, di mana posisinya? Apakah BIN sedang didesain sebagai 'angkatan kelima'," ujar Fahmi.
Fahmi juga mengkritik BIN dalam membangun keorganisasian dan meningkatkan kinerjanya. Alih-alih membangun organisasi intelijen kelas dunia, menurut Fahmi, BIN justru bergerak ke arah yang membingungkan.
Ditambah muncul pasukan khusus BIN yang belum jelas dasar hukumnya pembentukannya.
"Belum jelas, lembaga ini sedang menyaru jadi tentara, jadi polisi atau sekadar penggemar 'cosplay' belaka?" kata Fahmi.
Sebelumnya, keberadaan pasukan khusus Rajawali ini diketahui dari cuplikan video yang diunggah Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo melalui akun Instagram pribadinya @bambang.soesatyo.
Dalam video itu, pasukan terlihat memeragakan aksi militer di hadapan sejumlah Jenderal TNI yang hadir. Tidak diketahui apakah pasukan khusus Rajawali terdiri atas personel TNI, Polri, atau anggota BIN.
Atraksi Pasukan Rajawali ini ditampilkan di hadapan Kepala BIN Jenderal (Purn) Budi Gunawan, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesetyo, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid, dan Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sakti Wahyu Trenggono. (jnp/ayp)
Dibutuhkan untuk Memperlancar Operasi BIN
Ilustrasi peragaan pasukan Rajawali dari Badan Intelijen Negara (BIN). (Screenshot via Instagram/@bambang.soesatyo)
Pada Jumat, 11 September 2020 lalu, lewat akun media sosial (Medsos) Ketua MPR Bambang Soesatyo, publik Indonesia melihat penampilan video pasukan bersenjata dengan seragam hitam-hitam dalam acara di markas Badan Intelijen Negara (BIN). Terdengar narasi di balik video tersebut bahwa ini adalah pasukan intelijen khusus Rajawali, Badan Intelijen Negara.
Analis konflik dan konsultan keamanan Alto Labetubun mengatakan, ada tanggapan positif dari publik yang bangga bahwa BIN punya ‘pasukan khusus’. Menurut Alto, buat kelompok ini, ada harapan yang sangat besar bahwa BIN bisa mengakselerasi upaya-upaya yang tegas demi stabilitas negara.
”Akan tetapi, ada juga kelompok yang mempertanyakan dasar dari pembentukkan pasukan khusus ini karena tugas dan fungsi BIN adalah mengumpulkan intelijen, bukan melakukan aksi-aksi lapangan,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Minggu (13/9/2020).
Alto menjelaskan, peran, tugas dan fungsi BIN sesuai UU 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara menyebutkan BIN merupakan “Alat negara yang menyelenggarakan fungsi intelijen dalam negeri dan luar negeri, yaitu penyelidikan, pengamanan dan penggalangan, yang tujuannya adalah mendeteksi, mengidentifikasi, menilai, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan Intelijen dalam rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan bentuk dan sifat ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan dan eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kepentingan dan keamanan nasional”.
Jika dipahami secara kontekstual maka peran, tugas dan fungsi BIN itu berada pada konteks yang sangat dinamis dan fluid, serta dengan tingkat risiko yang juga dinamis dan membutuhkan kemampuan adaptasi yang tinggi dari agen-agen dan personel BIN di lapangan, baik di dalam negeri, maupun di luar negeri.
”Oleh karena itu maka agen dan personel BIN perlu dibekali dengan kemampuan taktis dan strategis, termasuk penguasaan intelijen khusus (Intelsus). Kemampuan intelsus ini termasuk penguasaan senjata api dan bahan peledak baik secara individu, maupun secara kolektif/kelompok,” kata dia.
Di sisi lain, pola ancaman yang memerlukan BIN menempatkan agen-agennya di lapangan baik di dalam negeri maupun di luar negeri juga menuntut personel BIN untuk punya kemampuan intelijen khusus, misalnya penugasan di daerah di mana kelompok separatis bersenjata itu sangat aktif, ataupun penugasan di daerah yang dikuasai oleh kelompok teroris transnasional.
”Dalam konteks ini maka kualifikasi intelijen khusus (Intelsus) Rajawali itu sangat relevan, penting, dan dibutuhkan BIN demi melancarkan peran, tugas dan fungsinya sesuai amanat UU 17/2011, sesuai dengan perintah dari single client BIN, yaitu Presiden Republik Indonesia,” tegasnya. (cip)
♖ CNN | Sindonews
Badan Intelijen Negara (BIN) baru saja memamerkan pasukan khusus Rajawali yang dilengkapi senjata laras panjang di hadapan sejumlah pejabat negara dalam kegiatan Peningkatan Statuta Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN), pada Rabu (9/9).
Keberadaan pasukan khusus ini langsung menjadi bahan perbincangan. Pengamat militer Institute For Security and Strategic Studies (ISSES), Khairul Fahmi, bahkan menyatakan BIN baru boleh memiliki pasukan khusus bersenjata lengkap apabila dipayungi oleh undang-undang.
"Ya jelas. Secara konstitusional negara hanya mengenal dua bentuk kekuatan bersenjata. Yang pertama namanya TNI. Yang kedua namanya Polri," kata Fahmi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Sabtu (12/9).
Fahmi menjelaskan di Indonesia hanya ada dua lembaga yang boleh memiliki kekuatan bersenjata, yakni TNI dan Polri.
TNI, dijelaskan Fahmi, adalah komponen utama negara untuk menegakkan kedaulatan, menjaga pertahanan serta menjalankan tugas dan fungsi operasi militer. TNI juga bisa menjalankan operasi militer selain perang.
Sementara Polri merupakan lembaga penegak hukum serta penegak keamanan dan ketertiban masyarakat.
"Dua lembaga atau organisasi inilah yang memiliki mandat konstitusional sebagai kekuatan bersenjata dengan kewenangan ofensif," katanya.
Fahmi mengakui bahwa BIN memiliki fungsi pengamanan seperti diatur dalam UU No. 17 tahun 2011. Namun, bukan berarti BIN jadi boleh memiliki pasukan bersenjata.
Menurut Fahmi harus tetap ada pasal atau ayat dalam UU yang mengatur itu secara gamblang. Sebab kegiatan pengamanan yang dimaksud adalah dalam ranah fungsi intelijen.
"Karena ini adalah kegiatan pengamanan yang berada dalam ruang lingkup fungsi intelijen. Bukan yang lain," kata Fahmi.
Dalam UU No 17 tahun 2011 dan Perpres No 73 tahun 2017, dinyatakan bahwa BIN memiliki fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan. Tetapi tidak ada pasal atau ayat yang menyebutkan secara gamblang BIN boleh mempunyai pasukan bersenjata.
Sejak Juli 2020, BIN kini berada langsung di bawah Presiden RI Joko Widodo, dari semula di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam). Perubahan ini diresmikan lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 73 Tahun 2020.
Fahmi kemudian mempertanyakan tujuan pasukan khusus Rajawali yang dibentuk BIN. Sebab, BIN selama ini merupakan badan intelijen yang bahkan anggotanya banyak berasal dari kalangan sipil.
"Nah ini pasukan yang dibentuk oleh BIN, di mana posisinya? Apakah BIN sedang didesain sebagai 'angkatan kelima'," ujar Fahmi.
Fahmi juga mengkritik BIN dalam membangun keorganisasian dan meningkatkan kinerjanya. Alih-alih membangun organisasi intelijen kelas dunia, menurut Fahmi, BIN justru bergerak ke arah yang membingungkan.
Ditambah muncul pasukan khusus BIN yang belum jelas dasar hukumnya pembentukannya.
"Belum jelas, lembaga ini sedang menyaru jadi tentara, jadi polisi atau sekadar penggemar 'cosplay' belaka?" kata Fahmi.
Sebelumnya, keberadaan pasukan khusus Rajawali ini diketahui dari cuplikan video yang diunggah Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo melalui akun Instagram pribadinya @bambang.soesatyo.
Dalam video itu, pasukan terlihat memeragakan aksi militer di hadapan sejumlah Jenderal TNI yang hadir. Tidak diketahui apakah pasukan khusus Rajawali terdiri atas personel TNI, Polri, atau anggota BIN.
Atraksi Pasukan Rajawali ini ditampilkan di hadapan Kepala BIN Jenderal (Purn) Budi Gunawan, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesetyo, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid, dan Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sakti Wahyu Trenggono. (jnp/ayp)
Dibutuhkan untuk Memperlancar Operasi BIN
Ilustrasi peragaan pasukan Rajawali dari Badan Intelijen Negara (BIN). (Screenshot via Instagram/@bambang.soesatyo)
Pada Jumat, 11 September 2020 lalu, lewat akun media sosial (Medsos) Ketua MPR Bambang Soesatyo, publik Indonesia melihat penampilan video pasukan bersenjata dengan seragam hitam-hitam dalam acara di markas Badan Intelijen Negara (BIN). Terdengar narasi di balik video tersebut bahwa ini adalah pasukan intelijen khusus Rajawali, Badan Intelijen Negara.
Analis konflik dan konsultan keamanan Alto Labetubun mengatakan, ada tanggapan positif dari publik yang bangga bahwa BIN punya ‘pasukan khusus’. Menurut Alto, buat kelompok ini, ada harapan yang sangat besar bahwa BIN bisa mengakselerasi upaya-upaya yang tegas demi stabilitas negara.
”Akan tetapi, ada juga kelompok yang mempertanyakan dasar dari pembentukkan pasukan khusus ini karena tugas dan fungsi BIN adalah mengumpulkan intelijen, bukan melakukan aksi-aksi lapangan,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Minggu (13/9/2020).
Alto menjelaskan, peran, tugas dan fungsi BIN sesuai UU 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara menyebutkan BIN merupakan “Alat negara yang menyelenggarakan fungsi intelijen dalam negeri dan luar negeri, yaitu penyelidikan, pengamanan dan penggalangan, yang tujuannya adalah mendeteksi, mengidentifikasi, menilai, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan Intelijen dalam rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan bentuk dan sifat ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan dan eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kepentingan dan keamanan nasional”.
Jika dipahami secara kontekstual maka peran, tugas dan fungsi BIN itu berada pada konteks yang sangat dinamis dan fluid, serta dengan tingkat risiko yang juga dinamis dan membutuhkan kemampuan adaptasi yang tinggi dari agen-agen dan personel BIN di lapangan, baik di dalam negeri, maupun di luar negeri.
”Oleh karena itu maka agen dan personel BIN perlu dibekali dengan kemampuan taktis dan strategis, termasuk penguasaan intelijen khusus (Intelsus). Kemampuan intelsus ini termasuk penguasaan senjata api dan bahan peledak baik secara individu, maupun secara kolektif/kelompok,” kata dia.
Di sisi lain, pola ancaman yang memerlukan BIN menempatkan agen-agennya di lapangan baik di dalam negeri maupun di luar negeri juga menuntut personel BIN untuk punya kemampuan intelijen khusus, misalnya penugasan di daerah di mana kelompok separatis bersenjata itu sangat aktif, ataupun penugasan di daerah yang dikuasai oleh kelompok teroris transnasional.
”Dalam konteks ini maka kualifikasi intelijen khusus (Intelsus) Rajawali itu sangat relevan, penting, dan dibutuhkan BIN demi melancarkan peran, tugas dan fungsinya sesuai amanat UU 17/2011, sesuai dengan perintah dari single client BIN, yaitu Presiden Republik Indonesia,” tegasnya. (cip)
♖ CNN | Sindonews
Demikianlah Artikel Pasukan Rajawali Bentukan BIN
Sekianlah artikel Pasukan Rajawali Bentukan BIN kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Pasukan Rajawali Bentukan BIN dengan alamat link https://beritawawancara.blogspot.com/2020/09/pasukan-rajawali-bentukan-bin.html
0 Response to "Pasukan Rajawali Bentukan BIN"
Posting Komentar