Judul : Analis Militer Ungkap Keuntungan Kemenhan Beli Rafale Ketimbang Sukhoi atau F-16
link : Analis Militer Ungkap Keuntungan Kemenhan Beli Rafale Ketimbang Sukhoi atau F-16
Analis Militer Ungkap Keuntungan Kemenhan Beli Rafale Ketimbang Sukhoi atau F-16
Rafale [Dassault] ☆
Analis militer dari Lab 45, Andi Widjajanto, menilai pembelian 42 pesawat tempur Rafale dari Dassault Aviation, Prancis, oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sudah tepat. Salah satunya karena produsen ini bersedia melakukan transfer teknologi ke Indonesia sesuai amanat UU Industri Pertahanan, hal yang tidak disediakan dalam pembelian produk terbaru pesawat F-16 dari Amerika Serikat maupun Sukhoi dari Rusia.
"Rafale memungkinkan itu," kata mantan Sekretaris Kabinet Presiden Joko Widodo atau Jokowi ini saat dihubungi, Selasa, 15 Februari 2022.
Sebelumnya, kesepakatan pembelian 42 pesawat tempur Rafale resmi diteken Kementerian Pertahanan dengan Dassault Aviation dari Prancis pada 10 Februari. Tahap awal ada enam pesawat, dan sisanya 36 lagi akan datang bertahap.
Meski demikian, Andi menyebut Dassault memberi syarat transfer teknologi baru bisa dilakukan kalau Kementerian Pertahanan atau Kemenhan sudah membeli 3 skuadron lebih. Mulai dari pendirian fasilitas perawaran hingga pemeliharaan. Tapi di tahap awal, Kemenhan baru membeli 6 pesawat saja.
Sehingga, kata Andi, transfer teknologi ini baru akan aktif kalau Kemenhan sudah menyelesaikan sisa 36 pembelian lainnya. "Jadi saat ini baru pengadaan murni, tanpa offset transfer teknologi," kata dia.
Sementara kalau pembelian bisa mencapai 100 unit pesawar tempur, kata Andi, maka Dassault bahkan bisa menyediakan langsung fasilitas produksi di negara pembeli. Salah satu negara yang dikabarkan mau memboyong 100 pesawat ini adalah India.
Pengalaman India
Rafale melakukan air refueling [Wiki]
Pada 2016, India sudah membeli 36 pesawat tempur Rafale. Lalu pada 2019, media lokal Hindustan Times juga sempat memberitakan bahwa Dassault menyatakan butuh pembelian 100 unit agar fasilitas produksi Rafale bisa dibangun langsung di India.
Di sisi lain, Indonesia saat ini punya pesawat tempur F16 dan Sukhoi. Masalahnya, kata Andi, produsen kedua pesawat tidak menyediakan kesempatan transfer teknologi ketika Indonesia ingin memberi produk terbaru yaitu F-16 Block 72 Viper maupun Sukhoi Su-35.
"Jadi itu beli aja, tidak akan ada transfer teknologi. Sukhoi juga paling dapat imbal dagang, barter," kata dia.
Dalam wawancara dengan Tempo pada tahun lalu, representatif Lockheed Martin, produsen F-16, menyatakan bahwa Indonesia memutuskan untuk menunda dulu pembelian jet tempur tersebut dan mengkaji opsi-opsi lain. Kabar yang mereka dengar, per wawancara, adalah Indonesia sudah melirik jet tempur buatan Eropa, yaitu Dassault Rafale serta Eurofighter.
Keduanya adalah pesawat jet multi peran. Walau begitu, Lockheed Martin berkeyakinan F-16 Block 72 tetaplah pesawat jet yang lebih pas untuk memperkuat TNI Angkatan Udara.
"Kami sudah menerima kabar dari Pemerintah Amerika bahwa Kementerian Pertahanan Indonesia menunda pengadaan F-16 Block 72. Kabar itu kami terima akhir Januari lalu dan yang kami paham Kementerian Pertahanan mengkaji alternatif lainnya," ujar F-16 Indonesia Business Development Director dari Lockheed Martin, Mike Kelley, pada Kamis pekan lalu, 25 Maret 2021.
Di luar F-16 dan Sukhoi-35, Andi menyebut Prabowo sudah mencoba melakukan pengadaan pesawat Eurofighter Thypoon, tapi tidak ada produk baru. Ada pula pesawat tempur Gripen dari Swedia, tapi hanya ada tipe light fighter dan tak cocok dengan Indonesia.
Pada 2020, Prabowo berniat memboyong 15 unit pesawat tempur Eurofighter Typhoon milik Angkatan Utara Austria. Tapi saat itu, muncul berbagai sorotan. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Diandra Megaputri Mengko misalnya, menilai Eurofighter Typhoon berkualitas lebih rendah dari yang sudah dimiliki Indonesia, yaitu Sukhoi seri Su-27 dan Su-30.
“Kenapa membeli pesawat yang kualitas lebih rendah dari yang sudah kita punya,” kata Diandra dalam diskusi ICW, Senin, 27 Juli 2020. Walhasil, pilihan Kemenhan akhirnya jatuh ke Rafale dari Prancis.
Nilai kontrak
Rafale [Dassault]
Lembaga intelijen pertahanan, Janes, menyebutkan nilai kontrak 42 unit Rafale ini sekitar US$ 6,5 miliar atau setara Rp 93 triliun. Tapi sampai saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak Kemenhan soal total harga pembelian 42 pesawat tempur Rafale, dan jumlah 6 unit di tahap awal.
Dahnil Anzar Simanjuntak, juru bicara Prabowo mengatakan kontrak pembelian ini akan efektif bila sudah ada pembayaran uang muka oleh Kementerian Keuangan yang dipimpin Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. "Prosedurnya tiga sampai enam bulan," kata dia saat dihubungi, Jumat, 11 Februari 2022.
Di tahap awal, pembelian baru akan dilakukan untuk enam unit jet tempur Rafale yang akan digunakan untuk TNI Angkatan Udara. Kemungkinan, kata Dahnil, pengiriman dari waktu pengaktifan kontrak untuk enam pesawat kurang lebih 56 bulan.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Rahayu Puspasari tidak memberikan informasi detail terkait berapa anggaran yang disiapkan Kemenkeu untuk pembayaran uang muka 6 pesawat Rafale ini. "Kemenkeu dalam hal perencanaan dan pelaksanaan, pihaknya akan mengikuti prinsip tata kelola yang baik sesuai UU yang berlaku," kata dia.
Ia memastikan bukan Kemenkeu yang langsung melakukan pembayaran uang muka, tapi Kemenhan. Tapi terkait uang muka ini, dokumen anggaran juga tidak memuat spesifik nama produk, nama lender, maupun jumlah unit.
Kemenkeu, kata dia, menetapkan alokasi anggaran yang bersumber dari Pinjaman Luar Negeri berdasarkan dokumen Blue Book, Green Book, Daftar Kegiatan dan Penetapan Sumber Pembiayaan. "Sedangkan untuk jenis barang beserta komponen di dalamnya ditentukan oleh Kementerian Pertahanan," kata dia.
Analis militer dari Lab 45, Andi Widjajanto, menilai pembelian 42 pesawat tempur Rafale dari Dassault Aviation, Prancis, oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sudah tepat. Salah satunya karena produsen ini bersedia melakukan transfer teknologi ke Indonesia sesuai amanat UU Industri Pertahanan, hal yang tidak disediakan dalam pembelian produk terbaru pesawat F-16 dari Amerika Serikat maupun Sukhoi dari Rusia.
"Rafale memungkinkan itu," kata mantan Sekretaris Kabinet Presiden Joko Widodo atau Jokowi ini saat dihubungi, Selasa, 15 Februari 2022.
Sebelumnya, kesepakatan pembelian 42 pesawat tempur Rafale resmi diteken Kementerian Pertahanan dengan Dassault Aviation dari Prancis pada 10 Februari. Tahap awal ada enam pesawat, dan sisanya 36 lagi akan datang bertahap.
Meski demikian, Andi menyebut Dassault memberi syarat transfer teknologi baru bisa dilakukan kalau Kementerian Pertahanan atau Kemenhan sudah membeli 3 skuadron lebih. Mulai dari pendirian fasilitas perawaran hingga pemeliharaan. Tapi di tahap awal, Kemenhan baru membeli 6 pesawat saja.
Sehingga, kata Andi, transfer teknologi ini baru akan aktif kalau Kemenhan sudah menyelesaikan sisa 36 pembelian lainnya. "Jadi saat ini baru pengadaan murni, tanpa offset transfer teknologi," kata dia.
Sementara kalau pembelian bisa mencapai 100 unit pesawar tempur, kata Andi, maka Dassault bahkan bisa menyediakan langsung fasilitas produksi di negara pembeli. Salah satu negara yang dikabarkan mau memboyong 100 pesawat ini adalah India.
Pengalaman India
Rafale melakukan air refueling [Wiki]
Pada 2016, India sudah membeli 36 pesawat tempur Rafale. Lalu pada 2019, media lokal Hindustan Times juga sempat memberitakan bahwa Dassault menyatakan butuh pembelian 100 unit agar fasilitas produksi Rafale bisa dibangun langsung di India.
Di sisi lain, Indonesia saat ini punya pesawat tempur F16 dan Sukhoi. Masalahnya, kata Andi, produsen kedua pesawat tidak menyediakan kesempatan transfer teknologi ketika Indonesia ingin memberi produk terbaru yaitu F-16 Block 72 Viper maupun Sukhoi Su-35.
"Jadi itu beli aja, tidak akan ada transfer teknologi. Sukhoi juga paling dapat imbal dagang, barter," kata dia.
Dalam wawancara dengan Tempo pada tahun lalu, representatif Lockheed Martin, produsen F-16, menyatakan bahwa Indonesia memutuskan untuk menunda dulu pembelian jet tempur tersebut dan mengkaji opsi-opsi lain. Kabar yang mereka dengar, per wawancara, adalah Indonesia sudah melirik jet tempur buatan Eropa, yaitu Dassault Rafale serta Eurofighter.
Keduanya adalah pesawat jet multi peran. Walau begitu, Lockheed Martin berkeyakinan F-16 Block 72 tetaplah pesawat jet yang lebih pas untuk memperkuat TNI Angkatan Udara.
"Kami sudah menerima kabar dari Pemerintah Amerika bahwa Kementerian Pertahanan Indonesia menunda pengadaan F-16 Block 72. Kabar itu kami terima akhir Januari lalu dan yang kami paham Kementerian Pertahanan mengkaji alternatif lainnya," ujar F-16 Indonesia Business Development Director dari Lockheed Martin, Mike Kelley, pada Kamis pekan lalu, 25 Maret 2021.
Di luar F-16 dan Sukhoi-35, Andi menyebut Prabowo sudah mencoba melakukan pengadaan pesawat Eurofighter Thypoon, tapi tidak ada produk baru. Ada pula pesawat tempur Gripen dari Swedia, tapi hanya ada tipe light fighter dan tak cocok dengan Indonesia.
Pada 2020, Prabowo berniat memboyong 15 unit pesawat tempur Eurofighter Typhoon milik Angkatan Utara Austria. Tapi saat itu, muncul berbagai sorotan. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Diandra Megaputri Mengko misalnya, menilai Eurofighter Typhoon berkualitas lebih rendah dari yang sudah dimiliki Indonesia, yaitu Sukhoi seri Su-27 dan Su-30.
“Kenapa membeli pesawat yang kualitas lebih rendah dari yang sudah kita punya,” kata Diandra dalam diskusi ICW, Senin, 27 Juli 2020. Walhasil, pilihan Kemenhan akhirnya jatuh ke Rafale dari Prancis.
Nilai kontrak
Rafale [Dassault]
Lembaga intelijen pertahanan, Janes, menyebutkan nilai kontrak 42 unit Rafale ini sekitar US$ 6,5 miliar atau setara Rp 93 triliun. Tapi sampai saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak Kemenhan soal total harga pembelian 42 pesawat tempur Rafale, dan jumlah 6 unit di tahap awal.
Dahnil Anzar Simanjuntak, juru bicara Prabowo mengatakan kontrak pembelian ini akan efektif bila sudah ada pembayaran uang muka oleh Kementerian Keuangan yang dipimpin Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. "Prosedurnya tiga sampai enam bulan," kata dia saat dihubungi, Jumat, 11 Februari 2022.
Di tahap awal, pembelian baru akan dilakukan untuk enam unit jet tempur Rafale yang akan digunakan untuk TNI Angkatan Udara. Kemungkinan, kata Dahnil, pengiriman dari waktu pengaktifan kontrak untuk enam pesawat kurang lebih 56 bulan.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Rahayu Puspasari tidak memberikan informasi detail terkait berapa anggaran yang disiapkan Kemenkeu untuk pembayaran uang muka 6 pesawat Rafale ini. "Kemenkeu dalam hal perencanaan dan pelaksanaan, pihaknya akan mengikuti prinsip tata kelola yang baik sesuai UU yang berlaku," kata dia.
Ia memastikan bukan Kemenkeu yang langsung melakukan pembayaran uang muka, tapi Kemenhan. Tapi terkait uang muka ini, dokumen anggaran juga tidak memuat spesifik nama produk, nama lender, maupun jumlah unit.
Kemenkeu, kata dia, menetapkan alokasi anggaran yang bersumber dari Pinjaman Luar Negeri berdasarkan dokumen Blue Book, Green Book, Daftar Kegiatan dan Penetapan Sumber Pembiayaan. "Sedangkan untuk jenis barang beserta komponen di dalamnya ditentukan oleh Kementerian Pertahanan," kata dia.
★ Tempo
Demikianlah Artikel Analis Militer Ungkap Keuntungan Kemenhan Beli Rafale Ketimbang Sukhoi atau F-16
Sekianlah artikel Analis Militer Ungkap Keuntungan Kemenhan Beli Rafale Ketimbang Sukhoi atau F-16 kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Analis Militer Ungkap Keuntungan Kemenhan Beli Rafale Ketimbang Sukhoi atau F-16 dengan alamat link https://beritawawancara.blogspot.com/2022/02/analis-militer-ungkap-keuntungan.html
0 Response to "Analis Militer Ungkap Keuntungan Kemenhan Beli Rafale Ketimbang Sukhoi atau F-16"
Posting Komentar