Judul : Jangan Standar Ganda
link : Jangan Standar Ganda
Jangan Standar Ganda
China Kritik ICCMarkas Besar ICC, Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag, Belanda. (ist) ✮
China melontarkan kritikan kepada Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang mengeluarkan perintah untuk menangkap Presiden Rusia Vladimir Putin.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, pada Senin (20/3), menyatakan ICC sebaiknya menghindari standar ganda terkait surat perintah penangkapan terhadap Putin, seperti dikutip dari AFP.
Ia juga meminta ICC menghormati imunitas kepala negara setelah memerintahkan menangkap Putin karena dinilai melakukan kejahatan perang.
Wenbin kemudian mengatakan ICC harus menjunjung tinggi sikap objektif dan tidak memihak serta menghormati kekebalan hukum kepala negara dari yurisdiksi berdasarkan hukum internasional.
Selain meminta ICC jangan memberlakukan standar ganda, Wenbin juga mendesak pengadilan internasional tersebut tidak terseret politisasi terkait konflik antara Rusia dan Ukraina.
Pernyataan Kemlu China dilontarkan di tengah kunjungan Presiden Xi Jinping di Rusia bertemu Putin.
Xi sebelumnya menegaskan ingin menjadi juru damai antara Rusia dan Ukraina sehingga segera mengakhiri perang.
Sebelumnya, ICC merilis surat perintah penangkapan terhadap Putin karena dianggap bertanggung jawab atas pendeportasian anak-anak Ukraina korban perang pada Jumat (17/3).
Dalam surat penangkapan itu tak hanya tertera nama Putin, tetapi juga Komisioner Hak Anak Rusia Maria Lvova-Belova.
Sebelum surat itu rilis, pada 22 Februari 2023, Jaksa ICC Karim Khan mengajukan permohonan kepada Pre-Trial Chamber II atau Kamar Pra-Peradilan ICC untuk surat mengeluarkan surat perintah penangkapan dalam konteks Situasi di Ukraina.
Kemudian pada 17 Maret, Sidang Pra-Peradilan mengeluarkan surat perintah penangkapan sehubungan dengan dua orang: Vladimir Putin, Presiden Rusia dan Maria Lvova-Belova, Komisaris Hak Anak di Kantor Kepresidenan Rusia.
"Berdasarkan bukti yang dikumpulkan dan dianalisis ICC, Sidang Pra-Persidangan telah mengonfirmasi ada alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa Presiden Putin dan Lvova-Belova memikul tanggung jawab pidana atas deportasi dan pemindahan anak-anak Ukraina dari wilayah pendudukan ke Rusia, yang melanggar hukum," kata Khan di situs resmi ICC.
Ancam Rudal Markas ICC
Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev mengancam bahwa negaranya akan mengirimkan rudal hipersonik untuk menghancurkan markas Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC) di Den Haag, Belanda.
Ancaman itu dilontarkan Medvedev usai ICC mengeluarkan perintah menangkap Presiden Vladimir Putin karena dianggap melakukan kejahatan perang di Ukraina.
ICC mengeluarkan perintah penangkapan setelah mendapat laporan bahwa Rusia melakukan deportasi anak-anak Ukraina korban perang ke negaranya di luar ketentuan hukum internasional.
"Para hakim ICC bersemangat dengan sia-sia. Lihatlah, kata mereka 'kami berani dan kami mengangkat tangan melawan negara nuklir terbesar tanpa membahayakan kami sendiri.' Aduh, tuan-tuan. Semua orang berjalan di bawah (kehendak) Tuhan dan rudal," ujar Medvedev dalam channel Telegram, seperti dikutip dari The Newsweek.
"Sangat mungkin untuk membayangkan penggunaan rudal hipersonik 'Onyx' yang ditargetkan dari kapal perang Rusia di Laut Utara ke gedung pengadilan Den Haag," ia menambahkan.
Medvedev juga mempertanyakan ICC sebagai badan peradilan yang dianggapnya tidak netral.
"Pengadilan itu hanya organisasi internasional yang menyedihkan, bukan populasi dari negara-negara NATO. Itu sebabnya mereka tidak akan memulai perang. Mereka akan takut," tutur Medvedev.
"Tidak ada yang akan merasa kasihan pada mereka. Jadi, para hakim pengadilan, lihat baik-baik ke arah langit," ujarnya lagi.
Sementara itu, ICC enggan memberikan tanggapan terkait komentar ancaman yang disampaikan Medvedev, demikian laporan dari Newsweek.
Sebelumnya, Kremlin menyatakan keputusan ICC yang mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Putin secara hukum batal.
Moskow tidak mengakui yurisdiksi pengadilan yang berbasis di Den Haag itu.
"Rusia, seperti sejumlah negara lain, tidak mengakui yurisdiksi pengadilan ini dan dari sudut pandang hukum, keputusan pengadilan ini batal," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, dikutip dari AFP, Jumat (17/3).
Rusia bukan anggota ICC. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan keputusan ICC tidak ada artinya bagi Rusia.
"Rusia bukan pihak Statuta Roma Pengadilan Kriminal Internasional dan tidak memiliki kewajiban di bawahnya," katanya di Telegram. (bac/bac)
Picu Perang Nuklir
Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Sen memperingatkan penerbitan surat perintah penangkapan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dapat menyebabkan perang nuklir.
Selain itu, langkah ICC tersebut juga menciptakan implikasi lain secara global.
Menurut PM Hun Sen, surat perintah itu hanya menabur perpecahan lebih lanjut di dunia, berpotensi membahayakan upaya diplomatik untuk mencapai penyelesaian konflik antara Rusia dan Ukraina yang telah berkecamuk selama lebih dari setahun.
“Surat perintah ICC untuk menangkap Putin ini akan mempersulit upaya untuk menemukan solusi damai untuk konflik antara Ukraina dan Rusia, terutama sebelum kunjungan Presiden [China] Xi Jinping ke Moskow di mana dia diharapkan menjadi penengah untuk perdamaian,” katanya dalam sebuah pernyataan.
"Surat perintah itu juga menimbulkan ancaman bagi upaya internasional di bidang lain, yaitu menangani masalah global seperti perubahan iklim dan penyakit,” paparnya.
Menurutnya, langkah ICC telah secara tajam meningkatkan risiko peristiwa yang mengarah pada konfrontasi nuklir di Eropa.
“Akankah Putin setuju untuk ditangkap tanpa konfrontasi? Jika ICC mencoba menangkapnya, apakah pihak berwenang Rusia akan membiarkan ini terjadi dengan mudah?” katanya, seperti dikutip Russia Today, Senin (20/3/2023).
Dia mencatat bahwa sementara ICC saat ini memiliki 123 negara anggota, sejumlah negara besar, seperti Amerika Serikat, Rusia, India, dan China tidak mengakuinya.
ICC juga tidak memiliki wewenang untuk menangkap seorang tersangka tanpa kerja sama dengan pemerintah nasional terkait.
ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Presiden Vladimir Putin dan Komisaris Hak Anak Kantor Presiden Rusia Maria Lvova-Belova, pada hari Jumat pekan lalu.
ICC menuduh bahwa keduanya terlibat dalam deportasi tidak sah anak-anak dari wilayah pendudukan di Ukraina ke wilayah Federasi Rusia, yang secara hukum internasional bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang.
Moskow menyebut tuduhan itu tidak dapat diterima, di mana juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa surat perintah itu batal dan tidak berlaku dari sudut pandang hukum karena yurisdiksi pengadilan itu tidak diakui di Rusia.
Tak terima, Komite Investigasi Rusia membalas dengan membuka kasus pidana terhadap jaksa dan hakim ICC, menggambarkan keputusan pengadilan itu ilegal karena tidak ada dasar untuk pertanggungjawaban pidana. (min)
China melontarkan kritikan kepada Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang mengeluarkan perintah untuk menangkap Presiden Rusia Vladimir Putin.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, pada Senin (20/3), menyatakan ICC sebaiknya menghindari standar ganda terkait surat perintah penangkapan terhadap Putin, seperti dikutip dari AFP.
Ia juga meminta ICC menghormati imunitas kepala negara setelah memerintahkan menangkap Putin karena dinilai melakukan kejahatan perang.
Wenbin kemudian mengatakan ICC harus menjunjung tinggi sikap objektif dan tidak memihak serta menghormati kekebalan hukum kepala negara dari yurisdiksi berdasarkan hukum internasional.
Selain meminta ICC jangan memberlakukan standar ganda, Wenbin juga mendesak pengadilan internasional tersebut tidak terseret politisasi terkait konflik antara Rusia dan Ukraina.
Pernyataan Kemlu China dilontarkan di tengah kunjungan Presiden Xi Jinping di Rusia bertemu Putin.
Xi sebelumnya menegaskan ingin menjadi juru damai antara Rusia dan Ukraina sehingga segera mengakhiri perang.
Sebelumnya, ICC merilis surat perintah penangkapan terhadap Putin karena dianggap bertanggung jawab atas pendeportasian anak-anak Ukraina korban perang pada Jumat (17/3).
Dalam surat penangkapan itu tak hanya tertera nama Putin, tetapi juga Komisioner Hak Anak Rusia Maria Lvova-Belova.
Sebelum surat itu rilis, pada 22 Februari 2023, Jaksa ICC Karim Khan mengajukan permohonan kepada Pre-Trial Chamber II atau Kamar Pra-Peradilan ICC untuk surat mengeluarkan surat perintah penangkapan dalam konteks Situasi di Ukraina.
Kemudian pada 17 Maret, Sidang Pra-Peradilan mengeluarkan surat perintah penangkapan sehubungan dengan dua orang: Vladimir Putin, Presiden Rusia dan Maria Lvova-Belova, Komisaris Hak Anak di Kantor Kepresidenan Rusia.
"Berdasarkan bukti yang dikumpulkan dan dianalisis ICC, Sidang Pra-Persidangan telah mengonfirmasi ada alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa Presiden Putin dan Lvova-Belova memikul tanggung jawab pidana atas deportasi dan pemindahan anak-anak Ukraina dari wilayah pendudukan ke Rusia, yang melanggar hukum," kata Khan di situs resmi ICC.
Ancam Rudal Markas ICC
Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev mengancam bahwa negaranya akan mengirimkan rudal hipersonik untuk menghancurkan markas Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC) di Den Haag, Belanda.
Ancaman itu dilontarkan Medvedev usai ICC mengeluarkan perintah menangkap Presiden Vladimir Putin karena dianggap melakukan kejahatan perang di Ukraina.
ICC mengeluarkan perintah penangkapan setelah mendapat laporan bahwa Rusia melakukan deportasi anak-anak Ukraina korban perang ke negaranya di luar ketentuan hukum internasional.
"Para hakim ICC bersemangat dengan sia-sia. Lihatlah, kata mereka 'kami berani dan kami mengangkat tangan melawan negara nuklir terbesar tanpa membahayakan kami sendiri.' Aduh, tuan-tuan. Semua orang berjalan di bawah (kehendak) Tuhan dan rudal," ujar Medvedev dalam channel Telegram, seperti dikutip dari The Newsweek.
"Sangat mungkin untuk membayangkan penggunaan rudal hipersonik 'Onyx' yang ditargetkan dari kapal perang Rusia di Laut Utara ke gedung pengadilan Den Haag," ia menambahkan.
Medvedev juga mempertanyakan ICC sebagai badan peradilan yang dianggapnya tidak netral.
"Pengadilan itu hanya organisasi internasional yang menyedihkan, bukan populasi dari negara-negara NATO. Itu sebabnya mereka tidak akan memulai perang. Mereka akan takut," tutur Medvedev.
"Tidak ada yang akan merasa kasihan pada mereka. Jadi, para hakim pengadilan, lihat baik-baik ke arah langit," ujarnya lagi.
Sementara itu, ICC enggan memberikan tanggapan terkait komentar ancaman yang disampaikan Medvedev, demikian laporan dari Newsweek.
Sebelumnya, Kremlin menyatakan keputusan ICC yang mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Putin secara hukum batal.
Moskow tidak mengakui yurisdiksi pengadilan yang berbasis di Den Haag itu.
"Rusia, seperti sejumlah negara lain, tidak mengakui yurisdiksi pengadilan ini dan dari sudut pandang hukum, keputusan pengadilan ini batal," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, dikutip dari AFP, Jumat (17/3).
Rusia bukan anggota ICC. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan keputusan ICC tidak ada artinya bagi Rusia.
"Rusia bukan pihak Statuta Roma Pengadilan Kriminal Internasional dan tidak memiliki kewajiban di bawahnya," katanya di Telegram. (bac/bac)
Picu Perang Nuklir
Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Sen memperingatkan penerbitan surat perintah penangkapan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dapat menyebabkan perang nuklir.
Selain itu, langkah ICC tersebut juga menciptakan implikasi lain secara global.
Menurut PM Hun Sen, surat perintah itu hanya menabur perpecahan lebih lanjut di dunia, berpotensi membahayakan upaya diplomatik untuk mencapai penyelesaian konflik antara Rusia dan Ukraina yang telah berkecamuk selama lebih dari setahun.
“Surat perintah ICC untuk menangkap Putin ini akan mempersulit upaya untuk menemukan solusi damai untuk konflik antara Ukraina dan Rusia, terutama sebelum kunjungan Presiden [China] Xi Jinping ke Moskow di mana dia diharapkan menjadi penengah untuk perdamaian,” katanya dalam sebuah pernyataan.
"Surat perintah itu juga menimbulkan ancaman bagi upaya internasional di bidang lain, yaitu menangani masalah global seperti perubahan iklim dan penyakit,” paparnya.
Menurutnya, langkah ICC telah secara tajam meningkatkan risiko peristiwa yang mengarah pada konfrontasi nuklir di Eropa.
“Akankah Putin setuju untuk ditangkap tanpa konfrontasi? Jika ICC mencoba menangkapnya, apakah pihak berwenang Rusia akan membiarkan ini terjadi dengan mudah?” katanya, seperti dikutip Russia Today, Senin (20/3/2023).
Dia mencatat bahwa sementara ICC saat ini memiliki 123 negara anggota, sejumlah negara besar, seperti Amerika Serikat, Rusia, India, dan China tidak mengakuinya.
ICC juga tidak memiliki wewenang untuk menangkap seorang tersangka tanpa kerja sama dengan pemerintah nasional terkait.
ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Presiden Vladimir Putin dan Komisaris Hak Anak Kantor Presiden Rusia Maria Lvova-Belova, pada hari Jumat pekan lalu.
ICC menuduh bahwa keduanya terlibat dalam deportasi tidak sah anak-anak dari wilayah pendudukan di Ukraina ke wilayah Federasi Rusia, yang secara hukum internasional bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang.
Moskow menyebut tuduhan itu tidak dapat diterima, di mana juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa surat perintah itu batal dan tidak berlaku dari sudut pandang hukum karena yurisdiksi pengadilan itu tidak diakui di Rusia.
Tak terima, Komite Investigasi Rusia membalas dengan membuka kasus pidana terhadap jaksa dan hakim ICC, menggambarkan keputusan pengadilan itu ilegal karena tidak ada dasar untuk pertanggungjawaban pidana. (min)
✮ CNN
Demikianlah Artikel Jangan Standar Ganda
Sekianlah artikel Jangan Standar Ganda kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Jangan Standar Ganda dengan alamat link https://beritawawancara.blogspot.com/2023/03/jangan-standar-ganda.html
0 Response to "Jangan Standar Ganda"
Posting Komentar