Judul : Jalan Panjang RI Produksi Alutsista Sendiri Tanpa Impor
link : Jalan Panjang RI Produksi Alutsista Sendiri Tanpa Impor
Jalan Panjang RI Produksi Alutsista Sendiri Tanpa Impor
MT Harimau produk kerjasama Pindad (Pindad) ♘
Kemandirian industri pertahanan menjadi salah satu tujuan utama pembentukan holding BUMN DEFEND ID. Namun, untuk mencapai kemandirian produksi tanpa impor alutsista nampaknya perlu jalan panjang yang harus dilalui dan tidak bisa terwujud dalam waktu dekat.
Direktur utama DEFEND ID Bobby Rasyidin menekankan dalam mengejar kemandirian industri pertahanan yang paling sulit adalah membangun sumber daya manusia dan penguasaan teknologinya. Pasalnya, industri ini bersinggungan dengan berbagai teknologi canggih yang belum ada di Indonesia.
"Tugas kemandirian ada di kami, tugas pembangunan SDM itu paling berat itu di kami. Karena kami dealing dengan teknologi-teknologi tinggi sehingga penyiapan SDM juga harus siap ke sana. Belum lagi ada aspek keekonomian yang mesti kita kejar, secara perusahaan dan aspek keekonomian untuk Indonesia secara keseluruhan," ungkap Bobby dalam program Blak-blakan detikcom.
Bobby bilang bila melihat negara-negara maju kebanyakan industri pertahanannya sudah jauh lebih duluan hadir dan melakukan pengembangan dibandingkan industri pertahanan di Indonesia.
Bahkan, bila dilihat umur perusahaan pertahanan top dunia ada yang usianya sudah mencapai ratusan tahun. Artinya pengembangan yang dilakukan pun sudah sangat panjang.
"Mereka ini membangun ini tidak dalam jangka waktu pendek, umur perusahaannya saja sudah ratusan tahun. Kalau kita tempuh dengan cara yang sama tentu kita kemandirian kita itu masih sangat jauh sekali," papar Bobby.
Maka dari itu pihaknya sendiri sudah banyak melakukan kerja sama penelitian dan transfer teknologi dengan berbagai pabrikan pertahanan yang sudah matang untuk mengejar ketertinggalan itu.
"Kita tentu tak bisa sendiri, kita harus benchmarking, transfer of technology, lakukan partnership, ini lah yang kita lakukan untuk mengejar ketertinggalan kita, kita akselerasi itu sekarang," sebut Bobby.
Namun, bukan berarti industri pertahanan Indonesia cuma diam untuk menunggu transfer teknologi saja. Bobby bilang DEFEND ID juga mulai mempercepat kemandirian produksi untuk beberapa hal yang sederhana. Misalnya saja, produksi massal senapan dan amunisi.
Strategi ini disebut Bobby sebagai prioritasisasi, yaitu menggenjot produksi alat pertahanan yang memang sudah bisa dikuasai seluk beluknya di dalam negeri.
"Kita lakukan prioritasisasi, kita lakukan yang paling basic dulu, amunisi, kemudian senjata ringan, pistol, senapan, senjata serbu, kemudian senapan runduk juga untuk sniper. Itu hal yang sangat basic sekali. Mulai dari penyiapan explosive material, atau warhead, hulu ledaknya, kemudian siapkan amunisi dan senjata ringan. Ini paling basic. Pada saat ini kita lumayan mandiri di sana," ungkap Bobby.
Nah level berikutnya adalah kemandirian pada kendaraan perang. Sejauh ini Bobby mengatakan DEFEND ID belum banyak melakukan pengembangan pada kendaraan tempur. Pasalnya, ekosistemnya cukup sulit untuk dikembangkan di dalam negeri. Teknologinya belum ada, bahan bakunya juga sulit didapatkan.
Namun, Indonesia sudah memiliki kemandirian pada kendaraan perang untuk operasional. Misalnya, untuk kendaraan pengangkut logistik ataupun pengangkut pasukan.
"Prioritas kendaraan tempur ini kita taruh sedikit ke belakang. Yang bisa kita lakukan adalah kemandirian kendaraan operasional dulu. Lahir lah produk macam Maung, sebelumnya Anoa, itu untuk menunjang operasional sebenarnya," beber Bobby.
Untuk urusan kendaraan tempur, bila dibedah lagi spesifikasinya. Indonesia sendiri sudah cukup mandiri untuk urusan persisteman kendaraan tempur, maka produksi sistem alat perang menjadi andalan Indonesia.
"Kalau dibedah lagi platform tempur ini yang paling gampang untuk kita kejar adalah kesistemannya. Kalau di kapal itu ada combat management system, di darat ada battle management system, di pesawat ada mission system. Kenapa kita kejar ke sana? Karena itu banyak software driven-nya. Jadi kita bangun software," papar Bobby.
"Meskipun hardware masih kita impor sensor kita impor, komputernya kita impor, tapi at least kita ada kemandirian bangun software," lanjutnya. (hal/eds)
Kemandirian industri pertahanan menjadi salah satu tujuan utama pembentukan holding BUMN DEFEND ID. Namun, untuk mencapai kemandirian produksi tanpa impor alutsista nampaknya perlu jalan panjang yang harus dilalui dan tidak bisa terwujud dalam waktu dekat.
Direktur utama DEFEND ID Bobby Rasyidin menekankan dalam mengejar kemandirian industri pertahanan yang paling sulit adalah membangun sumber daya manusia dan penguasaan teknologinya. Pasalnya, industri ini bersinggungan dengan berbagai teknologi canggih yang belum ada di Indonesia.
"Tugas kemandirian ada di kami, tugas pembangunan SDM itu paling berat itu di kami. Karena kami dealing dengan teknologi-teknologi tinggi sehingga penyiapan SDM juga harus siap ke sana. Belum lagi ada aspek keekonomian yang mesti kita kejar, secara perusahaan dan aspek keekonomian untuk Indonesia secara keseluruhan," ungkap Bobby dalam program Blak-blakan detikcom.
Bobby bilang bila melihat negara-negara maju kebanyakan industri pertahanannya sudah jauh lebih duluan hadir dan melakukan pengembangan dibandingkan industri pertahanan di Indonesia.
Bahkan, bila dilihat umur perusahaan pertahanan top dunia ada yang usianya sudah mencapai ratusan tahun. Artinya pengembangan yang dilakukan pun sudah sangat panjang.
"Mereka ini membangun ini tidak dalam jangka waktu pendek, umur perusahaannya saja sudah ratusan tahun. Kalau kita tempuh dengan cara yang sama tentu kita kemandirian kita itu masih sangat jauh sekali," papar Bobby.
Maka dari itu pihaknya sendiri sudah banyak melakukan kerja sama penelitian dan transfer teknologi dengan berbagai pabrikan pertahanan yang sudah matang untuk mengejar ketertinggalan itu.
"Kita tentu tak bisa sendiri, kita harus benchmarking, transfer of technology, lakukan partnership, ini lah yang kita lakukan untuk mengejar ketertinggalan kita, kita akselerasi itu sekarang," sebut Bobby.
Namun, bukan berarti industri pertahanan Indonesia cuma diam untuk menunggu transfer teknologi saja. Bobby bilang DEFEND ID juga mulai mempercepat kemandirian produksi untuk beberapa hal yang sederhana. Misalnya saja, produksi massal senapan dan amunisi.
Strategi ini disebut Bobby sebagai prioritasisasi, yaitu menggenjot produksi alat pertahanan yang memang sudah bisa dikuasai seluk beluknya di dalam negeri.
"Kita lakukan prioritasisasi, kita lakukan yang paling basic dulu, amunisi, kemudian senjata ringan, pistol, senapan, senjata serbu, kemudian senapan runduk juga untuk sniper. Itu hal yang sangat basic sekali. Mulai dari penyiapan explosive material, atau warhead, hulu ledaknya, kemudian siapkan amunisi dan senjata ringan. Ini paling basic. Pada saat ini kita lumayan mandiri di sana," ungkap Bobby.
Nah level berikutnya adalah kemandirian pada kendaraan perang. Sejauh ini Bobby mengatakan DEFEND ID belum banyak melakukan pengembangan pada kendaraan tempur. Pasalnya, ekosistemnya cukup sulit untuk dikembangkan di dalam negeri. Teknologinya belum ada, bahan bakunya juga sulit didapatkan.
Namun, Indonesia sudah memiliki kemandirian pada kendaraan perang untuk operasional. Misalnya, untuk kendaraan pengangkut logistik ataupun pengangkut pasukan.
"Prioritas kendaraan tempur ini kita taruh sedikit ke belakang. Yang bisa kita lakukan adalah kemandirian kendaraan operasional dulu. Lahir lah produk macam Maung, sebelumnya Anoa, itu untuk menunjang operasional sebenarnya," beber Bobby.
Untuk urusan kendaraan tempur, bila dibedah lagi spesifikasinya. Indonesia sendiri sudah cukup mandiri untuk urusan persisteman kendaraan tempur, maka produksi sistem alat perang menjadi andalan Indonesia.
"Kalau dibedah lagi platform tempur ini yang paling gampang untuk kita kejar adalah kesistemannya. Kalau di kapal itu ada combat management system, di darat ada battle management system, di pesawat ada mission system. Kenapa kita kejar ke sana? Karena itu banyak software driven-nya. Jadi kita bangun software," papar Bobby.
"Meskipun hardware masih kita impor sensor kita impor, komputernya kita impor, tapi at least kita ada kemandirian bangun software," lanjutnya. (hal/eds)
★ detik
Demikianlah Artikel Jalan Panjang RI Produksi Alutsista Sendiri Tanpa Impor
Sekianlah artikel Jalan Panjang RI Produksi Alutsista Sendiri Tanpa Impor kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Jalan Panjang RI Produksi Alutsista Sendiri Tanpa Impor dengan alamat link https://beritawawancara.blogspot.com/2024/04/jalan-panjang-ri-produksi-alutsista.html
0 Response to "Jalan Panjang RI Produksi Alutsista Sendiri Tanpa Impor"
Posting Komentar