Judul : AS Kritik Model Pengadaan Komponen Pertahanan di Indonesia
link : AS Kritik Model Pengadaan Komponen Pertahanan di Indonesia
AS Kritik Model Pengadaan Komponen Pertahanan di Indonesia
💥 Protes lainnya juga mengusik kedaulatan negara
KRI BHT 370 produksi dalam negeri PT KAS (TNI AL)
Pemberlakukan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan tidak luput dari sorotan pemerintah Amerika Serikat (AS). Dalam Laporan Perkiraan Perdagangan Nasional 2025 tentang Hambatan Perdagangan Luar Negeri AS, mereka mengulas tentang UU Industri Pertahanan dan dan Peraturan Presiden (PP) Nomor 76 Tahun 2014 tentang Mekanisme Imbal Dagang dalam Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan.
AS menyoroti, dua aturan itu mengamanatkan preferensi prioritas untuk bahan dan komponen dalam negeri dalam pengadaan pertahanan, yang mengharuskan lembaga pertahanan untuk memprioritaskan barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri jika tersedia. Selain itu, ketika entitas pemerintah Indonesia melakukan pengadaan dari pemasok pertahanan asing karena kurangnya produk yang tersedia dari pemasok Indonesia, ada persyaratan untuk mengimbangi keseimbangan perdagangan.
"Kompensasi ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, termasuk penggabungan produksi dalam negeri, kompensasi produksi, transfer teknologi, atau kombinasi dari elemen-elemen ini. Meskipun kerangka regulasi ini berupaya untuk meningkatkan peluang bagi industri lokal, kerangka tersebut juga menimbulkan tantangan bagi perusahaan pertahanan asing, yang harus memenuhi kewajiban kompensasi yang rumit agar dapat berpartisipasi di pasar Indonesia," begitu isi dokumen tersebut dikutip Republika.co.id di Jakarta, Ahad (20/4/2025).
"Indonesia bukan pihak dalam Perjanjian WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) tentang Pengadaan Pemerintah (GPA), tetapi telah menjadi pengamat bagi Komite WTO tentang Pengadaan Pemerintah sejak Oktober 2012," kata isi dokumen di halaman 220 tersebut. Laporan itu dijadikan sebagai bahan negoisasi dengan Indonesia terkait penurunan tarif resiprokal yang diberlakukan Presiden Donald John Trump.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang menjadi ketua tim delegasi RI mengungkapkan, targetnya berunding langsung dengan perwakilan pemerintah AS di Washington DC, adalah untuk menurunkan tarif resiprokal di bawah Presiden Donal J Trump. Tarif impor itu akan dibebankan oleh AS kepada Indonesia, sehingga perlu dinegoisasikan.
"Targetnya kan yang pasti ada pembicaraan beberapa putaran. Yang penting diturunkan (tarif impor)," kata Airlangga menjawab pertanyaan wartawan di Istana Kepresidenan Jakarta.
Selain itu AS Juga Protes Mainan Impor dan Kosmetik Masuk Indonesia Harus Diuji, Protes RI Larang Ekspor Bijih Nikel, Bauksit, Tembaga, dan Timah, Protes UU JPH di Indonesia: Minta Sertifikasi Halal Diubah, lalu Protes GPN Hingga QRIS ke Indonesia tertera di Link Republika.

Pemberlakukan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan tidak luput dari sorotan pemerintah Amerika Serikat (AS). Dalam Laporan Perkiraan Perdagangan Nasional 2025 tentang Hambatan Perdagangan Luar Negeri AS, mereka mengulas tentang UU Industri Pertahanan dan dan Peraturan Presiden (PP) Nomor 76 Tahun 2014 tentang Mekanisme Imbal Dagang dalam Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan.
AS menyoroti, dua aturan itu mengamanatkan preferensi prioritas untuk bahan dan komponen dalam negeri dalam pengadaan pertahanan, yang mengharuskan lembaga pertahanan untuk memprioritaskan barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri jika tersedia. Selain itu, ketika entitas pemerintah Indonesia melakukan pengadaan dari pemasok pertahanan asing karena kurangnya produk yang tersedia dari pemasok Indonesia, ada persyaratan untuk mengimbangi keseimbangan perdagangan.
"Kompensasi ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, termasuk penggabungan produksi dalam negeri, kompensasi produksi, transfer teknologi, atau kombinasi dari elemen-elemen ini. Meskipun kerangka regulasi ini berupaya untuk meningkatkan peluang bagi industri lokal, kerangka tersebut juga menimbulkan tantangan bagi perusahaan pertahanan asing, yang harus memenuhi kewajiban kompensasi yang rumit agar dapat berpartisipasi di pasar Indonesia," begitu isi dokumen tersebut dikutip Republika.co.id di Jakarta, Ahad (20/4/2025).
"Indonesia bukan pihak dalam Perjanjian WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) tentang Pengadaan Pemerintah (GPA), tetapi telah menjadi pengamat bagi Komite WTO tentang Pengadaan Pemerintah sejak Oktober 2012," kata isi dokumen di halaman 220 tersebut. Laporan itu dijadikan sebagai bahan negoisasi dengan Indonesia terkait penurunan tarif resiprokal yang diberlakukan Presiden Donald John Trump.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang menjadi ketua tim delegasi RI mengungkapkan, targetnya berunding langsung dengan perwakilan pemerintah AS di Washington DC, adalah untuk menurunkan tarif resiprokal di bawah Presiden Donal J Trump. Tarif impor itu akan dibebankan oleh AS kepada Indonesia, sehingga perlu dinegoisasikan.
"Targetnya kan yang pasti ada pembicaraan beberapa putaran. Yang penting diturunkan (tarif impor)," kata Airlangga menjawab pertanyaan wartawan di Istana Kepresidenan Jakarta.
Selain itu AS Juga Protes Mainan Impor dan Kosmetik Masuk Indonesia Harus Diuji, Protes RI Larang Ekspor Bijih Nikel, Bauksit, Tembaga, dan Timah, Protes UU JPH di Indonesia: Minta Sertifikasi Halal Diubah, lalu Protes GPN Hingga QRIS ke Indonesia tertera di Link Republika.
😠Republika
Demikianlah Artikel AS Kritik Model Pengadaan Komponen Pertahanan di Indonesia
Sekianlah artikel AS Kritik Model Pengadaan Komponen Pertahanan di Indonesia kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel AS Kritik Model Pengadaan Komponen Pertahanan di Indonesia dengan alamat link https://beritawawancara.blogspot.com/2025/04/as-kritik-model-pengadaan-komponen.html
0 Response to "AS Kritik Model Pengadaan Komponen Pertahanan di Indonesia"
Posting Komentar