Judul : [Dunia] Menhan Malaysia Buka Opsi Batalkan Kontrak Pengadaan Frigat Stealth Maharaja Lela Class
link : [Dunia] Menhan Malaysia Buka Opsi Batalkan Kontrak Pengadaan Frigat Stealth Maharaja Lela Class
[Dunia] Menhan Malaysia Buka Opsi Batalkan Kontrak Pengadaan Frigat Stealth Maharaja Lela Class
Mangkrak Tak Jelas. Frigat Maharaja Lela Class pertama belum selesai dan masih di dock [istimewa] ★
Apa yang dialami Malaysia atas kasus frigat stealth (Gowind) Maharaja Lela Class adalah pelajaran penting dalam program pengadaan alutsista bernilai strategis. Karena begitu lama mangkrak tak jelas, Pemerintah Malaysia kini tengah mempertimbangkan beberapa opsi untuk mengakhiri kasus frigat Maharaja Lela Class, termasuk tidak menutup kemungkinan untuk membatalkan kontrak dengan pembuat kapal lokal, Boustead Naval Shipyard Sdn Bhd.
Dikutip dari Janes.com (4/8/2020), opsi untuk membatalkan kontrak telah diutarakan oleh Menteri Pertahanan, Ismail Sabri Yaakob dalam sidang parlemen pada 3 Agustus 2020. Pernyataan Menhan Malaysia muncul setelah menanggapi pertanyaan dari dua anggota parlemen yang mempersoalkan status program kapal perang yang nilainya mencapai US$ 2,8 miliar tersebut.
“Sesuai rencana awal, seharusnya dua dari enam kapal sudah dikirim saat ini. Namun per 31 Juli belum ada yang berhasil diselesaikan, dan kemajuan keseluruhan proyek saat ini mencapai 56,67 persen, dibandingkan dengan rencana awal 85,7 persen, ini menyiratkan adanya keterlambatan proyek sampai 31 bulan,” kata Ismail dalam tanggapannya. Menhan Ismail mengungkapkan lebih lanjut bahwa program kapal pertama saat ini baru selesai 59,79 persen, sedangkan kapal kedua selesai 48,09 persen. Sedangkan kapal ketiga, keempat, dan kelima masing-masing 43,75 persen, 36,49 persen, dan 20 persen selesai. Sementara pengerjaan kapal keenam belum dimulai.
“Terkait dengan keterlambatan, Kementerian Pertahanan akan meminta biaya keterlambatan dari Boustead dan itu semua sudah diatur dalam klausul kontrak,” ujar Ismail. Masih ada tiga opsi penyelamatan kontrak yang nantinya akan diusulkan kepada kabinet.
Tanda-tanda ada masalah pada proyek ini mulai tercium dari molornya jadwal peluncuran. Kapal pertama, Maharaja Lela 2501 sudah diluncurkan sejak 31 Oktober 2017, dan setelah melewati tahapan sea trial dan beragam instalasi perangkat elektronik serta persenjataan, seharusnya Maharaja Lela 2501 sudah diserahkan ke AL Malaysia (TLDM) pada akhir 2019 lalu. Namun, penyerahan Maharaja Lela 2501 molor cukup jauh, frigat ini kabarnya paling cepat baru dapat diserahkan ke user pada tahun 2021.
Tambah irosnis, program frigat stealth ini bukan hanya terkesan mangkrak, lebih dari itu, kapal yang saat diluncurkan masih dalam kondisi ‘ompong,’ tanpa persenjataan dan perangkat elektronik, ternyata kembali dimasukkan kembali ke dalam dock.
Sebagai catatan, meski telah diresmikan pada tahun 2017, namun kapal perang ini belum diturunkan ke dermaga. Bukannya dipasangi sistem senjata, kapal tersebut diprotoli kembali dan dibiarkan jadi besi rongsokan berkarat di galangan kapal.
Seperti halnya kebijakan di Indonesia, kebijakan pembangunan industri pertahanan di Malaysia juga mensyaratkan ToT (Transfer of Technology). Pada tahun 2015, disepakati kontrak senilai US$ 2,8 miliar untuk pembangunan enam frigat Maharaja Lela Class. Dimana harga kapal perang dengan kemampuan stealth ini per unit (kosongan) mencapai US$ 466 juta.
Proyek pembangunan frigat stealth ini merupakan kolaborasi antara Naval Group dengan galangan lokal – Boustead Naval Shipyard Sdn Bhd, dimana kesemua kapal akan dibangun di Lumut, Malaysia.
Dari emam yang rencananya akan dibangun, satu unit (Maharaja Lela 2501) sudah diluncurkan oleh pihak galangan, dan tiga lainnya – Syarif Masahor 2502, Raja Mahadi 2503 dan Mat Salleh 2504 masih dalam proses pembangunan konstruksi. (Bayu Pamungkas)
Apa yang dialami Malaysia atas kasus frigat stealth (Gowind) Maharaja Lela Class adalah pelajaran penting dalam program pengadaan alutsista bernilai strategis. Karena begitu lama mangkrak tak jelas, Pemerintah Malaysia kini tengah mempertimbangkan beberapa opsi untuk mengakhiri kasus frigat Maharaja Lela Class, termasuk tidak menutup kemungkinan untuk membatalkan kontrak dengan pembuat kapal lokal, Boustead Naval Shipyard Sdn Bhd.
Dikutip dari Janes.com (4/8/2020), opsi untuk membatalkan kontrak telah diutarakan oleh Menteri Pertahanan, Ismail Sabri Yaakob dalam sidang parlemen pada 3 Agustus 2020. Pernyataan Menhan Malaysia muncul setelah menanggapi pertanyaan dari dua anggota parlemen yang mempersoalkan status program kapal perang yang nilainya mencapai US$ 2,8 miliar tersebut.
“Sesuai rencana awal, seharusnya dua dari enam kapal sudah dikirim saat ini. Namun per 31 Juli belum ada yang berhasil diselesaikan, dan kemajuan keseluruhan proyek saat ini mencapai 56,67 persen, dibandingkan dengan rencana awal 85,7 persen, ini menyiratkan adanya keterlambatan proyek sampai 31 bulan,” kata Ismail dalam tanggapannya. Menhan Ismail mengungkapkan lebih lanjut bahwa program kapal pertama saat ini baru selesai 59,79 persen, sedangkan kapal kedua selesai 48,09 persen. Sedangkan kapal ketiga, keempat, dan kelima masing-masing 43,75 persen, 36,49 persen, dan 20 persen selesai. Sementara pengerjaan kapal keenam belum dimulai.
“Terkait dengan keterlambatan, Kementerian Pertahanan akan meminta biaya keterlambatan dari Boustead dan itu semua sudah diatur dalam klausul kontrak,” ujar Ismail. Masih ada tiga opsi penyelamatan kontrak yang nantinya akan diusulkan kepada kabinet.
Tanda-tanda ada masalah pada proyek ini mulai tercium dari molornya jadwal peluncuran. Kapal pertama, Maharaja Lela 2501 sudah diluncurkan sejak 31 Oktober 2017, dan setelah melewati tahapan sea trial dan beragam instalasi perangkat elektronik serta persenjataan, seharusnya Maharaja Lela 2501 sudah diserahkan ke AL Malaysia (TLDM) pada akhir 2019 lalu. Namun, penyerahan Maharaja Lela 2501 molor cukup jauh, frigat ini kabarnya paling cepat baru dapat diserahkan ke user pada tahun 2021.
Tambah irosnis, program frigat stealth ini bukan hanya terkesan mangkrak, lebih dari itu, kapal yang saat diluncurkan masih dalam kondisi ‘ompong,’ tanpa persenjataan dan perangkat elektronik, ternyata kembali dimasukkan kembali ke dalam dock.
Sebagai catatan, meski telah diresmikan pada tahun 2017, namun kapal perang ini belum diturunkan ke dermaga. Bukannya dipasangi sistem senjata, kapal tersebut diprotoli kembali dan dibiarkan jadi besi rongsokan berkarat di galangan kapal.
Seperti halnya kebijakan di Indonesia, kebijakan pembangunan industri pertahanan di Malaysia juga mensyaratkan ToT (Transfer of Technology). Pada tahun 2015, disepakati kontrak senilai US$ 2,8 miliar untuk pembangunan enam frigat Maharaja Lela Class. Dimana harga kapal perang dengan kemampuan stealth ini per unit (kosongan) mencapai US$ 466 juta.
Proyek pembangunan frigat stealth ini merupakan kolaborasi antara Naval Group dengan galangan lokal – Boustead Naval Shipyard Sdn Bhd, dimana kesemua kapal akan dibangun di Lumut, Malaysia.
Dari emam yang rencananya akan dibangun, satu unit (Maharaja Lela 2501) sudah diluncurkan oleh pihak galangan, dan tiga lainnya – Syarif Masahor 2502, Raja Mahadi 2503 dan Mat Salleh 2504 masih dalam proses pembangunan konstruksi. (Bayu Pamungkas)
Demikianlah Artikel [Dunia] Menhan Malaysia Buka Opsi Batalkan Kontrak Pengadaan Frigat Stealth Maharaja Lela Class
Sekianlah artikel [Dunia] Menhan Malaysia Buka Opsi Batalkan Kontrak Pengadaan Frigat Stealth Maharaja Lela Class kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel [Dunia] Menhan Malaysia Buka Opsi Batalkan Kontrak Pengadaan Frigat Stealth Maharaja Lela Class dengan alamat link https://beritawawancara.blogspot.com/2020/08/dunia-menhan-malaysia-buka-opsi.html
0 Response to "[Dunia] Menhan Malaysia Buka Opsi Batalkan Kontrak Pengadaan Frigat Stealth Maharaja Lela Class"
Posting Komentar