Judul : Jokowi Minta Kasus Proyek Satelit Kemhan Dibawa ke Peradilan Pidana
link : Jokowi Minta Kasus Proyek Satelit Kemhan Dibawa ke Peradilan Pidana
Jokowi Minta Kasus Proyek Satelit Kemhan Dibawa ke Peradilan Pidana
Membuat negara dirugikan lebih dari Rp 800 milar.Ilustrasi Satkom [ist] ☆
Sebelumnya, Mahfud mengungkapkan adanya dugaan penyalahgunaan penyelewengan dalam pengelolaan satelit yang merupakan proyek Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015. Hal ini, kata dia, membuat negara diharuskan membayar kerugian dengan jumlah lebih dari Rp 800 milar.
Adapun kontrak tersebut mencakup PT Avanti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Level, dan Telesat dalam kurun 2015 sampai 2016. Mahfud menyebut kontrak tersebut dilakukan Kemhan untuk membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).
Menurut dia, nilai kontrak untuk membangun proyek tersebut sangat besar dan belum masuk di APBN 2015 saat itu.
Kemudian, PT Avanti menggugat pemerintah Indonesia melalui London Court Internasional Arbitration karena Kemhan tak kunjung membayar sewa satelit sesuai nilai kontrak yang sudah diteken.
Selanjutnya, pengadilan arbitrase Inggris memutuskan bahwa pemerintah harus membayar sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling satelit. Total yang harus dibayar pemerintah sebesar Rp 515 miliar.
Tak hanya itu, pemerintah juga diharuskan membayar USD 20.901.2019 atau sekitar Rp 304 miliar kepada pihak Navayo. Pemerintah juga berpotensi ditagih lagi oleh Airbus, Detente, Hogal Level, dan Telesat. {Liputan 6)
Mahfud Sebut Ada yang Sempat Hambat Agar Tak Dibuka
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengatakan sempat ada pihak yang menghambat agar kasus satelit Orbit 123 di Kementerian Pertahanan untuk tidak dibuka.
Mahfud mengatakan upaya menghambat itu muncul ketika ia pertama kali tahu ada kisruh soal satelit tersebut. Ia menuturkan kasus tersebut berlangsung pada 2018, sebelum ia duduk sebagai Menko Polhukam.
“Saya tahu karena pada awal pandemi, ada laporan bahwa pemerintah harus hadir lagi ke sidang Arbitrase di Singapura karena digugat Navayo untuk membayar kontrak dan barang yang telah diterima Kemhan,” kata Mahfud, Ahad, 16 Januari 2022.
Kemudian, Mahfud mulai mengundang beberapa kementerian seperti Kementerian Pertahanan serta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mengetahui permasalahan yang sebenarnya. Nah, ia mengatakan di rapat-rapat ini ada pihak yang diduga sengaja menghambat agar kasus ini tidak dibuka.
“Saya putuskan untuk segera berhenti rapat melulu dan mengarahkan agar kasus ini diproses secara hukum,” kata Mahfud. Lalu, ia meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menggelar Audit Tujuan Tertentu (ATT).
“Hasilnya ternyata ya seperti itu, ada pelanggaran peraturan perundang-undangan dan negara telah dan bisa terus dirugikan,” ujar dia.
Kasus ini bermula pada 19 Januari 2015 saat Satelit Garuda-1 keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur. Hal ini membuat terjadinya kekosongan pengelolaan oleh Indonesia. Merujuk pada peraturan International Telecommunication Union (ITU) yang ada di bawah PBB, negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk kembali mengisi slot itu. Jika tak dipenuhi maka slot dapat digunakan negara lain.
Di Indonesia, slot ini dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Namun Kementerian Pertahanan kemudian meminta hak pengelolaan ini dengan alasan pembangunan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). Untuk mengisi slot itu, mereka menyewa Satelit Artemis yang merupakan satelit sementara pengisi orbit (floater) milik Avanti Communication Limited (Avanti).
Dari sini masalah mulai muncul. Mahfud Md mengatakan Kemenhan membuat kontrak dengan Avanti, Kemenhan belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut. Kontrak dengan Avanti diteken pada 6 Desember 2015, padahal persetujuan di Kominfo untuk pengelolaan slot orbit 123 baru keluar 29 Januari 2016. "Belum ada kewenangan dari negara dalam APBN bahwa harus mengadakan itu, melakukan pengadaan satelit dengan cara cara itu," kata Mahfud.
Lebih parah, kontrak Satelit orbit 123 tak hanya dilakukan dengan Avanti. Untuk membangun Satkomhan, Kemenhan juga menandatangani kontrak dengan Navajo, Airbus, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu 2015-2016. Menurut Mahfud Md, saat itu juga anggaran belum tersedia. Pada 2016 anggaran sempat tersedia namun dilakukan self blocking oleh Kemenhan.
Mahfud Md mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga meminta agar masalah satelit orbit 123 itu segera dibawa ke pidana. Bahkan, kata dia, Menhan Prabowo dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa tegas mengatakan tidak boleh ada pengistimewaan. "Saya berbicara dengan Jaksa Agung yang ternyata menyatakan kesiapannya dengan mantap untuk mengusut kasus ini,” kata Mahfud. (Tempo)
Kejagung Periksa 3 Petinggi Swasta
Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa tiga orang saksi dari pihak swasta dalam dugaan korupsi pengadaan satelit pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2015-2016. Sebelumnya, Kejagung telah memeriksa 11 orang saksi.
"Melakukan pemeriksaan terhadap tiga orang saksi yang terkait dengan dugaan tindak pidana proyek pengadaan satelit Kementerian Pertahanan Tahun 2015- 2021," kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Senin (17/1/2022).
Salah satu yang diperiksa itu adalah PY selaku Senior Account Manager PT Dini Nusa Kusuma. "RACS selaku Promotion Manager PT. Dini Nusa Kusuma, tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derjat Bujur Timur pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015-2021," kata Eben.
Kemudian, AK selaku General Manager PT Dini Nusa Kusuma. "Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan dialami sendiri guna menemukan fakta hukum," ujarnya.
Diketahui, kasus ini sudah naik pada tahap penyidikan. Negara mengalami kerugian Rp 500 miliar dalam kasus ini.
Mahfud Pastikan Indonesia Sudah Bayar Rp 515 Miliar ke Avanti
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut, pemerintah Indonesia telah membayarkan tagihan yang dilayangkan oleh Avanti Communications Grup terkait kasus satelit slot Orbit 123 Kementerian Pertahanan. Adapun jumlah kocek yang harus dirogoh senilai Rp 515 miliar.
Pembayaran uang sebanyak itu bermula ketika Avanti, Operator satelit asal Inggris, memenangkan gugatan terkait pembayaran sewa satelit L-band Artemis yang ditempatkan di slot orbit 123 derajat Bujur Timur. Akibatnya, London Court International of Arbitrase menghukum pemerintah Indonesia untuk membayar Rp 515 miliar.
"Pemerintah Indonesia telah membayar gugatan Avanti sebesar Rp 515 miliar, berdasarkan putusan Arbitrase di London pada tahun 2019," kata Mahfud dalam keterangannya, Senin (17/1/2022).
Terkait kasus ini, Mahfud memastikan sudah membahas hal tersebut dengan sejumlah pihak terkait. Menurutnya, pembahasan tak hanya dilakukan satu dua kali, melainkan berkali-kali.
"Pemerintah telah dan akan tetap melakukan upaya-upaya maksimal untuk menyelamatkan satelit orbit ini, untuk kepentingan pertahanan negara," ucapnya.
Karena itu, Mahfud meminta kepada seluruh pihak menunggu proses yang saat ini tengah berlangsung. "Pemerintah menempuh langkah hukum ini, setelah melalui pertimbangan mendalam dan komprehensif," katanya.
Menkominfo Siap Penuhi Pengisian Orbit 123 BT
Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap Menkominfo Johnny G Plate dalam waktu dekat akan menghadiri undangan sidang dari International Telecommunication Union (ITU). Sidang itu akan membahas kelanjutan kasus satelit slot orbit 123 bujur timur.
Mahfud menjelaskan, nantinya di agenda sidang Menkominfo akan menyampaikan memanfaatkan serta mekanisme pengelolaan slot orbit tersebut. "Dalam waktu dekat Menkominfo diundang lagi ke ITU untuk memastikan, bahwa kita masih akan memanfaatkan dan siapa, serta bagaimana, pengisian slot orbit tersebut," kata Mahfud, Senin (17/1/2022).
Lebih jauh dikayakan Mahfud, pemerintah telah dan tetap melakukan upaya-upaya maksimal untuk menyelamatkan satelit orbit ini. Adapun tujuannya tiada lain untuk kepentingan pertahanan negara.
"Selama proses penyelesaian kontrak-kontrak dengan berbagai pihak, Pemerintah berhasil memperpanjang masa berlaku orbit satelit pada tahun 2018 di ITU," katanya.
Kemudian, sambung dia, pemerintah mendapat perpanjangan lagi dari ITU sampai 2024. Kesepakatan itu tentunya dengan catatan Indonesia harus memberi kepastian di 2024 slot orbit itu sudah benar-benar terisi dengan satelit.
"Kita, sekarang sedang mengagendakan upaya baru, untuk mempertahankan slot orbit 123 bujur timur di depan sidang ITU," katanya.
Sebagai informasi, ITU merupakan organisasi internasional yang didirikan untuk membakukan dan meregulasi radio internasional dan telekomunikasi. Salah satu agensi khusus PBB ini bermarkas di Jenewa, Swiss. (sindonews)
Sebelumnya, Mahfud mengungkapkan adanya dugaan penyalahgunaan penyelewengan dalam pengelolaan satelit yang merupakan proyek Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015. Hal ini, kata dia, membuat negara diharuskan membayar kerugian dengan jumlah lebih dari Rp 800 milar.
Adapun kontrak tersebut mencakup PT Avanti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Level, dan Telesat dalam kurun 2015 sampai 2016. Mahfud menyebut kontrak tersebut dilakukan Kemhan untuk membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).
Menurut dia, nilai kontrak untuk membangun proyek tersebut sangat besar dan belum masuk di APBN 2015 saat itu.
Kemudian, PT Avanti menggugat pemerintah Indonesia melalui London Court Internasional Arbitration karena Kemhan tak kunjung membayar sewa satelit sesuai nilai kontrak yang sudah diteken.
Selanjutnya, pengadilan arbitrase Inggris memutuskan bahwa pemerintah harus membayar sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling satelit. Total yang harus dibayar pemerintah sebesar Rp 515 miliar.
Tak hanya itu, pemerintah juga diharuskan membayar USD 20.901.2019 atau sekitar Rp 304 miliar kepada pihak Navayo. Pemerintah juga berpotensi ditagih lagi oleh Airbus, Detente, Hogal Level, dan Telesat. {Liputan 6)
Mahfud Sebut Ada yang Sempat Hambat Agar Tak Dibuka
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengatakan sempat ada pihak yang menghambat agar kasus satelit Orbit 123 di Kementerian Pertahanan untuk tidak dibuka.
Mahfud mengatakan upaya menghambat itu muncul ketika ia pertama kali tahu ada kisruh soal satelit tersebut. Ia menuturkan kasus tersebut berlangsung pada 2018, sebelum ia duduk sebagai Menko Polhukam.
“Saya tahu karena pada awal pandemi, ada laporan bahwa pemerintah harus hadir lagi ke sidang Arbitrase di Singapura karena digugat Navayo untuk membayar kontrak dan barang yang telah diterima Kemhan,” kata Mahfud, Ahad, 16 Januari 2022.
Kemudian, Mahfud mulai mengundang beberapa kementerian seperti Kementerian Pertahanan serta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mengetahui permasalahan yang sebenarnya. Nah, ia mengatakan di rapat-rapat ini ada pihak yang diduga sengaja menghambat agar kasus ini tidak dibuka.
“Saya putuskan untuk segera berhenti rapat melulu dan mengarahkan agar kasus ini diproses secara hukum,” kata Mahfud. Lalu, ia meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menggelar Audit Tujuan Tertentu (ATT).
“Hasilnya ternyata ya seperti itu, ada pelanggaran peraturan perundang-undangan dan negara telah dan bisa terus dirugikan,” ujar dia.
Kasus ini bermula pada 19 Januari 2015 saat Satelit Garuda-1 keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur. Hal ini membuat terjadinya kekosongan pengelolaan oleh Indonesia. Merujuk pada peraturan International Telecommunication Union (ITU) yang ada di bawah PBB, negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk kembali mengisi slot itu. Jika tak dipenuhi maka slot dapat digunakan negara lain.
Di Indonesia, slot ini dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Namun Kementerian Pertahanan kemudian meminta hak pengelolaan ini dengan alasan pembangunan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). Untuk mengisi slot itu, mereka menyewa Satelit Artemis yang merupakan satelit sementara pengisi orbit (floater) milik Avanti Communication Limited (Avanti).
Dari sini masalah mulai muncul. Mahfud Md mengatakan Kemenhan membuat kontrak dengan Avanti, Kemenhan belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut. Kontrak dengan Avanti diteken pada 6 Desember 2015, padahal persetujuan di Kominfo untuk pengelolaan slot orbit 123 baru keluar 29 Januari 2016. "Belum ada kewenangan dari negara dalam APBN bahwa harus mengadakan itu, melakukan pengadaan satelit dengan cara cara itu," kata Mahfud.
Lebih parah, kontrak Satelit orbit 123 tak hanya dilakukan dengan Avanti. Untuk membangun Satkomhan, Kemenhan juga menandatangani kontrak dengan Navajo, Airbus, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu 2015-2016. Menurut Mahfud Md, saat itu juga anggaran belum tersedia. Pada 2016 anggaran sempat tersedia namun dilakukan self blocking oleh Kemenhan.
Mahfud Md mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga meminta agar masalah satelit orbit 123 itu segera dibawa ke pidana. Bahkan, kata dia, Menhan Prabowo dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa tegas mengatakan tidak boleh ada pengistimewaan. "Saya berbicara dengan Jaksa Agung yang ternyata menyatakan kesiapannya dengan mantap untuk mengusut kasus ini,” kata Mahfud. (Tempo)
Kejagung Periksa 3 Petinggi Swasta
Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa tiga orang saksi dari pihak swasta dalam dugaan korupsi pengadaan satelit pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2015-2016. Sebelumnya, Kejagung telah memeriksa 11 orang saksi.
"Melakukan pemeriksaan terhadap tiga orang saksi yang terkait dengan dugaan tindak pidana proyek pengadaan satelit Kementerian Pertahanan Tahun 2015- 2021," kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Senin (17/1/2022).
Salah satu yang diperiksa itu adalah PY selaku Senior Account Manager PT Dini Nusa Kusuma. "RACS selaku Promotion Manager PT. Dini Nusa Kusuma, tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derjat Bujur Timur pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015-2021," kata Eben.
Kemudian, AK selaku General Manager PT Dini Nusa Kusuma. "Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan dialami sendiri guna menemukan fakta hukum," ujarnya.
Diketahui, kasus ini sudah naik pada tahap penyidikan. Negara mengalami kerugian Rp 500 miliar dalam kasus ini.
Mahfud Pastikan Indonesia Sudah Bayar Rp 515 Miliar ke Avanti
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut, pemerintah Indonesia telah membayarkan tagihan yang dilayangkan oleh Avanti Communications Grup terkait kasus satelit slot Orbit 123 Kementerian Pertahanan. Adapun jumlah kocek yang harus dirogoh senilai Rp 515 miliar.
Pembayaran uang sebanyak itu bermula ketika Avanti, Operator satelit asal Inggris, memenangkan gugatan terkait pembayaran sewa satelit L-band Artemis yang ditempatkan di slot orbit 123 derajat Bujur Timur. Akibatnya, London Court International of Arbitrase menghukum pemerintah Indonesia untuk membayar Rp 515 miliar.
"Pemerintah Indonesia telah membayar gugatan Avanti sebesar Rp 515 miliar, berdasarkan putusan Arbitrase di London pada tahun 2019," kata Mahfud dalam keterangannya, Senin (17/1/2022).
Terkait kasus ini, Mahfud memastikan sudah membahas hal tersebut dengan sejumlah pihak terkait. Menurutnya, pembahasan tak hanya dilakukan satu dua kali, melainkan berkali-kali.
"Pemerintah telah dan akan tetap melakukan upaya-upaya maksimal untuk menyelamatkan satelit orbit ini, untuk kepentingan pertahanan negara," ucapnya.
Karena itu, Mahfud meminta kepada seluruh pihak menunggu proses yang saat ini tengah berlangsung. "Pemerintah menempuh langkah hukum ini, setelah melalui pertimbangan mendalam dan komprehensif," katanya.
Menkominfo Siap Penuhi Pengisian Orbit 123 BT
Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap Menkominfo Johnny G Plate dalam waktu dekat akan menghadiri undangan sidang dari International Telecommunication Union (ITU). Sidang itu akan membahas kelanjutan kasus satelit slot orbit 123 bujur timur.
Mahfud menjelaskan, nantinya di agenda sidang Menkominfo akan menyampaikan memanfaatkan serta mekanisme pengelolaan slot orbit tersebut. "Dalam waktu dekat Menkominfo diundang lagi ke ITU untuk memastikan, bahwa kita masih akan memanfaatkan dan siapa, serta bagaimana, pengisian slot orbit tersebut," kata Mahfud, Senin (17/1/2022).
Lebih jauh dikayakan Mahfud, pemerintah telah dan tetap melakukan upaya-upaya maksimal untuk menyelamatkan satelit orbit ini. Adapun tujuannya tiada lain untuk kepentingan pertahanan negara.
"Selama proses penyelesaian kontrak-kontrak dengan berbagai pihak, Pemerintah berhasil memperpanjang masa berlaku orbit satelit pada tahun 2018 di ITU," katanya.
Kemudian, sambung dia, pemerintah mendapat perpanjangan lagi dari ITU sampai 2024. Kesepakatan itu tentunya dengan catatan Indonesia harus memberi kepastian di 2024 slot orbit itu sudah benar-benar terisi dengan satelit.
"Kita, sekarang sedang mengagendakan upaya baru, untuk mempertahankan slot orbit 123 bujur timur di depan sidang ITU," katanya.
Sebagai informasi, ITU merupakan organisasi internasional yang didirikan untuk membakukan dan meregulasi radio internasional dan telekomunikasi. Salah satu agensi khusus PBB ini bermarkas di Jenewa, Swiss. (sindonews)
☆ Garuda Militer
Demikianlah Artikel Jokowi Minta Kasus Proyek Satelit Kemhan Dibawa ke Peradilan Pidana
Sekianlah artikel Jokowi Minta Kasus Proyek Satelit Kemhan Dibawa ke Peradilan Pidana kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Jokowi Minta Kasus Proyek Satelit Kemhan Dibawa ke Peradilan Pidana dengan alamat link https://beritawawancara.blogspot.com/2022/01/jokowi-minta-kasus-proyek-satelit.html
0 Response to "Jokowi Minta Kasus Proyek Satelit Kemhan Dibawa ke Peradilan Pidana"
Posting Komentar