Judul : Pemerintah Alokasikan Dana Rp 150 Miliar untuk Drone Pertahanan
link : Pemerintah Alokasikan Dana Rp 150 Miliar untuk Drone Pertahanan
Pemerintah Alokasikan Dana Rp 150 Miliar untuk Drone Pertahanan
BPPT investasi 60 persen dari total dana PUNA MALE Black Eagle [antara]
Pemerintah mengalokasikan total anggaran mencapai angka Rp 150 miliar khusus untuk pengembangan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) atau Drone pada periode 2020 ini.
Anggaran tersebut pun merupakan hasil kolaborasi sejumlah lembaga pemerintah yang memiliki concern terkait bidang ini.
Dua diantaranya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Investasi yang digelontorkan BPPT khusus untuk pengembangan PUNA tipe Medium Altitude Long Endurance (MALE) ini sebesar Rp 81 miliar, sedangkan LAPAN menganggarkan Rp 23 miliar.
Seperti yang disampaikan Kepala BPPT Hammam Riza usai Roll Out PUNA MALE di PT Dirgantara Indonesia, Bandung, Jawa Barat, Senin (30/12/2019).
"Saat mengembangkan pesawat ini, kami alokasi Rp 81 miliar dan anggarannya untuk 2020. Kemudian dari LAPAN masuk lagi Rp 23 miliar," ujar Hammam.
Namun jumlah total nilai investasi yang dialokasikan khusus program pengembangan PUNA MALE di 2020 ini adalah mencapai angka Rp 150 miliar, karena anggota konsorsium lainnya akan menyumbang dana pula.
"Paling besar BPPT, sekitar 60 persen dari total investasi 2020, jadi bisa dihitung totalnya ya sekitar Rp 150 miliar," kata Hammam.
Ia menambahkan, pengembangan PUNA MALE ini pun ditargetkan rampung pada 2024 mendatang.
Perlu diketahui, Inovasi pengembangan untuk wahana alutsista satu ini menggunakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi dan melibatkan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul.
Sementara itu, Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (Persero) Elfien Goentoro berharap pada 2024 mendatang, TKDN yang dimiliki untuk pengembangan program satu ini bisa mencapai angka di atas 50 persen.
Karena saat ini masih ada beberapa komponen pendukung PUNA MALE yang harus diimpor, seperti mesin dan persenjataan yang akan melengkapi tampilan wahana alutsista satu ini.
PT DI merupakan salah satu anggota konsorsium, selain Kementerian Pertahanan RI melalui Ditjen Pothan dan Balitbang, BPPT, TNI Angkatan Udara (AU) melalui Dislitbangau, Institut Teknologi Bandung/ITB (FTMD), BUMN melalui PT Dirgantara Indonesia (DI) dan PT Len Industri, serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
PUNA tipe ini pun nantinya akan ditugaskan untuk melakukan pengawasan terhadap wilayah perbatasan, baik darat maupun laut melalui pantauan udara.
Terkait konsorsium yang beranggotakan kementerian dan lembaga pemerintah ini, kata Hammam, telah memasuki fase sebelum purwarupa atau produksi airframe.
Fase ini pun akan dilaksanakan PT DI yang bertugas sebagai pelaksana program pengembangan PUNA tipe ini di 2020.
Purwarupa tersebut tentunya akan diproduksi untuk selanjutnya dilakukan uji terbang.
Kemudian tahapan pun berlanjut pada tahun berikutnya, yakni pembuatan purwarupa untuk kebutuhan uji statis.
Setelah tahapan itu rampung, maka konsorsium akan masuk pada tahapan berikutnya yang ditargetkan selesai pada 2024 yakni penyempurnaan tampilan PUNA tipe MALE yang dilengkapi alat penunjang misi peperangan, satu diantaranya berupa misil.
Alat ini rencananya akan dipersenjatai rudal dan mampu terbang selama 24 jam nonstop dengan ketinggian jelajah hingga 23.000 ft.
Terkait sistem kontrol penerbangan pada PUNA MALE ini menyedot anggaran mencapai angka Rp 36 miliar dan masih menggunakan produk yang harus diimpor dari Spanyol.
Kendati demikian, diharapkan komponen ini bisa disupport secara penuh oleh produsen lokal seperti PT Len Industri (Persero) yang juga menjadi salah satu anggota konsorsium untuk program pengembangan PUNA tipe MALE ini.
Kecanggihan PUNA MALE
Grafik PUNA MALE [sindonews]
Pemerintah terus berupaya mendorong pengimplementasian teknologi dan inovasi di berbagai sektor, termasuk pertahanan.
Di era revolusi industri 4.0, pemerintah optimis Indonesia mampu mandiri dan bersaing dengan negara lain di dunia dalam memproduksi alutsista lewat peran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Sejumlah institusi pemerintah pun turut ambil bagian dalam mensukseskan impian tersebut.
Kali ini, sebagai lembaga yang berfokus pada bidang kaji-terap teknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menghadirkan inovasi dalam bidang pertahanan.
Inovasi tersebut berupa pengembangan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) atau Drone, tipe Medium Altitude Long Endurance (MALE) atau disebut PUNA MALE.
PUNA tipe ini memiliki pengendalian multiple UAV secara bersamaan (simultan) dan diyakini mampu terbang secara non-stop selama 24 jam.
Konsep operasi PUNA MALE ini tentu saja memungkinkan untuk melakukan pengawasan khususnya dalam menjaga kedaulatan NKRI.
Baik penjagaan di wilayah darat maupun laut melalui pantauan udara.
Melalui PUNA MALE, upaya penjagaan wilayah diyakini akan sangat efisien.
Selain itu, mampu meminimalisir risiko kehilangan jiwa karena dioperasikan tanpa pilot.
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan PUNA MALE merupakan inovasi untuk alutsista hasil karya anak bangsa.
"Pesawat Tanpa Awak MALE ini hasil rancang bangun, rekayasa, dan produksi anak bangsa," ujar Hammam, di Bandung, Jawa Barat, Senin (30/12/2019).
Penjagaan kedaulatan negara melalui upaya pengawasan yang efisien memang menjadi satu fokus pemerintah.
Seiring dengan makin meningkatnya ancaman yang terjadi di wilayah perbatasan serta kasus lainnya seperti terorisme hingga pencurian Sumber Daya Alam (SDA), pemerintah tentunya memerlukan alat yang canggih serta SDM yang memadai untuk mengantisipasi permasalahan tersebut.
"Kebutuhan pengawasan dari udara yang efisien dan kemampuan muatan (payload) yang lebih besar dan jangkauan radius terbang yang jauh secara continue menjadi kebutuhan yang harus diantisipasi," kata Hammam.
Perlu diketahui, inisiasi pengembangan PUNA MALE ini telah dimulai sejak 2015 silam oleh Balitbang Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Hal tersebut ditandai melalui kesepakatan rancangan, kebutuhan dan tujuan (DR&O) PUNA MALE yang akan dioperasikan TNI, khususnya TNI Angkatan Udara (AU).
"Proses perancangan dimulai dengan kegiatan preliminary design, basic design dengan pembuatan dua kali model terowongan angin dan hasil uji nya di tahun 2016 dan tahun 2018," jelas Hammam.
Proses berikutnya dilanjutkan dengan pembuatan engineering document and drawing tahun 2017 melalui anggaran dari Balitbang Kemhan dan BPPT.
Lalu perjanjian bersama pun dibentuk dengan adanya Konsorsium Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA MALE) pada tahun yang sama pada 2017.
Kerja sama ini dibangun Kemhan RI melalui Ditjen Pothan dan Balitbang, BPPT, TNI AU (Dislitbangau), Institut Teknologi Bandung/ITB (FTMD), serta BUMN melalui PT Dirgantara Indonesia (DI) dan PT Len Industri.
Kemudian pada 2019 ini, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pun masuk sebagai anggota konsorsium tersebut.
Hammam menyampaikan, tahap manufacturing pun dimulai melalui beberapa tahapan pada 2019.
"Langkah ini diawali dengan adanya proses design structure, perhitungan Finite Element Method, pembuatan gambar 3D serta detail drawing 2D yang dikerjakan oleh engineer BPPT dan disupervisi oleh PT Dirgantara Indonesia," kata Hammam.
Kemudian dilanjutkan melalui proses pembuatan tooling, molding, cetakan dan fabrikasi dengan proses pre-preg dengan autoclave.
Pada tahun yang sama, dilakukan pula pengadaan Flight Control System (FCS) yang diproduksi di Spanyol.
Rencananya FCS ini akan diintegrasikan di awal 2020 pada prototype PUNA MALE pertama (PM1) yang telah dibuat oleh engineer BPPT dan PT Dirgantara Indonesia.
PUNA MALE Ground Control Station [def.pk]
Para engineer ini pun telah memperoleh pelatihan untuk mengintegrasikan dan mengoperasikan sistem kendali tersebut pada prototype yang dibuat di PT Dirgantara Indonesia.
Sebanyak 2 unit prototype pum akan dibuat pada 2020 dan rencananya akan diterbangkan dan dilakukan uji kekuatan strukturnya di BPPT.
Sementara terkait proses sertifikasi produk militer telah dimulai tahun ini dan diharapkan akan mendapatkan sertifikat tipe dari Pusat Kelaikan Kementerian Pertahanan RI (IMAA) pada akhir 2021.
Untuk pengintegrasian sistem senjata pada prototype PUNA MALE, akan dilakukan mulai 2020 dan diharapkan memperoleh sertifikasi tipe produk militer pada tahun 2023 mendatang.
Lebih lanjut Hammam menekankan harapannya agar kehadiran PUNA MALE ini mampu menjawab tantangan terkait pengawasan kedaulatan NKRI.
Selain itu, agar alat tersebut mampu mendorong Indonesia menjadi negara yang tidak hanya memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) unggul, namun juga maju, mandiri dan berdaya saing.
"Diharapkan dengan kemandirian ini maka PUNA MALE buatan Indonesia dapat mengisi kebutuhan squadron TNI AU untuk dapat mengawasi wilayah NKRI melalui wahana udara," kata Hammam.
Pengembangan PUNA tipe MALE ini seratus persen dilakukan putra-putri terbaik bangsa.
Alat ini rencananya akan dipersenjatai rudal dan mampu terbang selama 24 jam nonstop dengan ketinggian jelajah hingga 23.000 ft.
Dalam upaya realisasinya, BPPT bekerjasama dengan Kemhan dan TNI AU sebagai pengguna, ITB sebagai mitra perguruan tinggi, PT Dirgantara Indonesia sebagai mitra industri pembuatan pesawat, serta PT LEN Persero yang mengembangkan sistem kendali dan muatan.
Program flagship MALE Kombatan ini sengaja dirancang untuk memperkuat terjadinya transfer teknologi kunci serta menghidupkan industri nasional pendukung Tier 2, Tier 3 dan seterusnya.
Disinergikan dengan proses pengadaan yang tengah berlangsung di Kemhan, program MALE Kombatan ini tentunya diharapkan dapat memaksimalkan manfaat dari proses tersebut.
Diharapkan pula, pembangunan industri pertahanan baru ini akan berdampak pada peningkatan pergerakan roda perekonomian nasional.
Serta mampu mengedepankan kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang harus diposisikan sebagai kebijakan strategis.
Tentunya kebijakan ini harus dijalankan secara konsisten untuk menghasilkan teknologi kunci pendukung MALE seperti teknologi-teknologi Flight Control System yang mampu Auto Take-Off Auto Landing (ATOL), Mission System, Weapon-platform integration dan Teknologi Komposit, Radar SAR, Inertial Navigation System (INS), Electro-Optics Targeting System (EOTS) dan Guidance System.
Terkait Performance PUNA tipe MALE :
★ Operational Radius : 250 km (LOS)
★ Ceiling : 7200 m
★ Endurance : up to 30 hours
★ Aircraft Dimension
★ Length : 8.30 m
★ Wing Span : 16 m
Pemerintah mengalokasikan total anggaran mencapai angka Rp 150 miliar khusus untuk pengembangan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) atau Drone pada periode 2020 ini.
Anggaran tersebut pun merupakan hasil kolaborasi sejumlah lembaga pemerintah yang memiliki concern terkait bidang ini.
Dua diantaranya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Investasi yang digelontorkan BPPT khusus untuk pengembangan PUNA tipe Medium Altitude Long Endurance (MALE) ini sebesar Rp 81 miliar, sedangkan LAPAN menganggarkan Rp 23 miliar.
Seperti yang disampaikan Kepala BPPT Hammam Riza usai Roll Out PUNA MALE di PT Dirgantara Indonesia, Bandung, Jawa Barat, Senin (30/12/2019).
"Saat mengembangkan pesawat ini, kami alokasi Rp 81 miliar dan anggarannya untuk 2020. Kemudian dari LAPAN masuk lagi Rp 23 miliar," ujar Hammam.
Namun jumlah total nilai investasi yang dialokasikan khusus program pengembangan PUNA MALE di 2020 ini adalah mencapai angka Rp 150 miliar, karena anggota konsorsium lainnya akan menyumbang dana pula.
"Paling besar BPPT, sekitar 60 persen dari total investasi 2020, jadi bisa dihitung totalnya ya sekitar Rp 150 miliar," kata Hammam.
Ia menambahkan, pengembangan PUNA MALE ini pun ditargetkan rampung pada 2024 mendatang.
Perlu diketahui, Inovasi pengembangan untuk wahana alutsista satu ini menggunakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi dan melibatkan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul.
Sementara itu, Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (Persero) Elfien Goentoro berharap pada 2024 mendatang, TKDN yang dimiliki untuk pengembangan program satu ini bisa mencapai angka di atas 50 persen.
Karena saat ini masih ada beberapa komponen pendukung PUNA MALE yang harus diimpor, seperti mesin dan persenjataan yang akan melengkapi tampilan wahana alutsista satu ini.
PT DI merupakan salah satu anggota konsorsium, selain Kementerian Pertahanan RI melalui Ditjen Pothan dan Balitbang, BPPT, TNI Angkatan Udara (AU) melalui Dislitbangau, Institut Teknologi Bandung/ITB (FTMD), BUMN melalui PT Dirgantara Indonesia (DI) dan PT Len Industri, serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
PUNA tipe ini pun nantinya akan ditugaskan untuk melakukan pengawasan terhadap wilayah perbatasan, baik darat maupun laut melalui pantauan udara.
Terkait konsorsium yang beranggotakan kementerian dan lembaga pemerintah ini, kata Hammam, telah memasuki fase sebelum purwarupa atau produksi airframe.
Fase ini pun akan dilaksanakan PT DI yang bertugas sebagai pelaksana program pengembangan PUNA tipe ini di 2020.
Purwarupa tersebut tentunya akan diproduksi untuk selanjutnya dilakukan uji terbang.
Kemudian tahapan pun berlanjut pada tahun berikutnya, yakni pembuatan purwarupa untuk kebutuhan uji statis.
Setelah tahapan itu rampung, maka konsorsium akan masuk pada tahapan berikutnya yang ditargetkan selesai pada 2024 yakni penyempurnaan tampilan PUNA tipe MALE yang dilengkapi alat penunjang misi peperangan, satu diantaranya berupa misil.
Alat ini rencananya akan dipersenjatai rudal dan mampu terbang selama 24 jam nonstop dengan ketinggian jelajah hingga 23.000 ft.
Terkait sistem kontrol penerbangan pada PUNA MALE ini menyedot anggaran mencapai angka Rp 36 miliar dan masih menggunakan produk yang harus diimpor dari Spanyol.
Kendati demikian, diharapkan komponen ini bisa disupport secara penuh oleh produsen lokal seperti PT Len Industri (Persero) yang juga menjadi salah satu anggota konsorsium untuk program pengembangan PUNA tipe MALE ini.
Kecanggihan PUNA MALE
Grafik PUNA MALE [sindonews]
Pemerintah terus berupaya mendorong pengimplementasian teknologi dan inovasi di berbagai sektor, termasuk pertahanan.
Di era revolusi industri 4.0, pemerintah optimis Indonesia mampu mandiri dan bersaing dengan negara lain di dunia dalam memproduksi alutsista lewat peran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Sejumlah institusi pemerintah pun turut ambil bagian dalam mensukseskan impian tersebut.
Kali ini, sebagai lembaga yang berfokus pada bidang kaji-terap teknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menghadirkan inovasi dalam bidang pertahanan.
Inovasi tersebut berupa pengembangan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) atau Drone, tipe Medium Altitude Long Endurance (MALE) atau disebut PUNA MALE.
PUNA tipe ini memiliki pengendalian multiple UAV secara bersamaan (simultan) dan diyakini mampu terbang secara non-stop selama 24 jam.
Konsep operasi PUNA MALE ini tentu saja memungkinkan untuk melakukan pengawasan khususnya dalam menjaga kedaulatan NKRI.
Baik penjagaan di wilayah darat maupun laut melalui pantauan udara.
Melalui PUNA MALE, upaya penjagaan wilayah diyakini akan sangat efisien.
Selain itu, mampu meminimalisir risiko kehilangan jiwa karena dioperasikan tanpa pilot.
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan PUNA MALE merupakan inovasi untuk alutsista hasil karya anak bangsa.
"Pesawat Tanpa Awak MALE ini hasil rancang bangun, rekayasa, dan produksi anak bangsa," ujar Hammam, di Bandung, Jawa Barat, Senin (30/12/2019).
Penjagaan kedaulatan negara melalui upaya pengawasan yang efisien memang menjadi satu fokus pemerintah.
Seiring dengan makin meningkatnya ancaman yang terjadi di wilayah perbatasan serta kasus lainnya seperti terorisme hingga pencurian Sumber Daya Alam (SDA), pemerintah tentunya memerlukan alat yang canggih serta SDM yang memadai untuk mengantisipasi permasalahan tersebut.
"Kebutuhan pengawasan dari udara yang efisien dan kemampuan muatan (payload) yang lebih besar dan jangkauan radius terbang yang jauh secara continue menjadi kebutuhan yang harus diantisipasi," kata Hammam.
Perlu diketahui, inisiasi pengembangan PUNA MALE ini telah dimulai sejak 2015 silam oleh Balitbang Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Hal tersebut ditandai melalui kesepakatan rancangan, kebutuhan dan tujuan (DR&O) PUNA MALE yang akan dioperasikan TNI, khususnya TNI Angkatan Udara (AU).
"Proses perancangan dimulai dengan kegiatan preliminary design, basic design dengan pembuatan dua kali model terowongan angin dan hasil uji nya di tahun 2016 dan tahun 2018," jelas Hammam.
Proses berikutnya dilanjutkan dengan pembuatan engineering document and drawing tahun 2017 melalui anggaran dari Balitbang Kemhan dan BPPT.
Lalu perjanjian bersama pun dibentuk dengan adanya Konsorsium Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA MALE) pada tahun yang sama pada 2017.
Kerja sama ini dibangun Kemhan RI melalui Ditjen Pothan dan Balitbang, BPPT, TNI AU (Dislitbangau), Institut Teknologi Bandung/ITB (FTMD), serta BUMN melalui PT Dirgantara Indonesia (DI) dan PT Len Industri.
Kemudian pada 2019 ini, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pun masuk sebagai anggota konsorsium tersebut.
Hammam menyampaikan, tahap manufacturing pun dimulai melalui beberapa tahapan pada 2019.
"Langkah ini diawali dengan adanya proses design structure, perhitungan Finite Element Method, pembuatan gambar 3D serta detail drawing 2D yang dikerjakan oleh engineer BPPT dan disupervisi oleh PT Dirgantara Indonesia," kata Hammam.
Kemudian dilanjutkan melalui proses pembuatan tooling, molding, cetakan dan fabrikasi dengan proses pre-preg dengan autoclave.
Pada tahun yang sama, dilakukan pula pengadaan Flight Control System (FCS) yang diproduksi di Spanyol.
Rencananya FCS ini akan diintegrasikan di awal 2020 pada prototype PUNA MALE pertama (PM1) yang telah dibuat oleh engineer BPPT dan PT Dirgantara Indonesia.
PUNA MALE Ground Control Station [def.pk]
Para engineer ini pun telah memperoleh pelatihan untuk mengintegrasikan dan mengoperasikan sistem kendali tersebut pada prototype yang dibuat di PT Dirgantara Indonesia.
Sebanyak 2 unit prototype pum akan dibuat pada 2020 dan rencananya akan diterbangkan dan dilakukan uji kekuatan strukturnya di BPPT.
Sementara terkait proses sertifikasi produk militer telah dimulai tahun ini dan diharapkan akan mendapatkan sertifikat tipe dari Pusat Kelaikan Kementerian Pertahanan RI (IMAA) pada akhir 2021.
Untuk pengintegrasian sistem senjata pada prototype PUNA MALE, akan dilakukan mulai 2020 dan diharapkan memperoleh sertifikasi tipe produk militer pada tahun 2023 mendatang.
Lebih lanjut Hammam menekankan harapannya agar kehadiran PUNA MALE ini mampu menjawab tantangan terkait pengawasan kedaulatan NKRI.
Selain itu, agar alat tersebut mampu mendorong Indonesia menjadi negara yang tidak hanya memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) unggul, namun juga maju, mandiri dan berdaya saing.
"Diharapkan dengan kemandirian ini maka PUNA MALE buatan Indonesia dapat mengisi kebutuhan squadron TNI AU untuk dapat mengawasi wilayah NKRI melalui wahana udara," kata Hammam.
Pengembangan PUNA tipe MALE ini seratus persen dilakukan putra-putri terbaik bangsa.
Alat ini rencananya akan dipersenjatai rudal dan mampu terbang selama 24 jam nonstop dengan ketinggian jelajah hingga 23.000 ft.
Dalam upaya realisasinya, BPPT bekerjasama dengan Kemhan dan TNI AU sebagai pengguna, ITB sebagai mitra perguruan tinggi, PT Dirgantara Indonesia sebagai mitra industri pembuatan pesawat, serta PT LEN Persero yang mengembangkan sistem kendali dan muatan.
Program flagship MALE Kombatan ini sengaja dirancang untuk memperkuat terjadinya transfer teknologi kunci serta menghidupkan industri nasional pendukung Tier 2, Tier 3 dan seterusnya.
Disinergikan dengan proses pengadaan yang tengah berlangsung di Kemhan, program MALE Kombatan ini tentunya diharapkan dapat memaksimalkan manfaat dari proses tersebut.
Diharapkan pula, pembangunan industri pertahanan baru ini akan berdampak pada peningkatan pergerakan roda perekonomian nasional.
Serta mampu mengedepankan kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang harus diposisikan sebagai kebijakan strategis.
Tentunya kebijakan ini harus dijalankan secara konsisten untuk menghasilkan teknologi kunci pendukung MALE seperti teknologi-teknologi Flight Control System yang mampu Auto Take-Off Auto Landing (ATOL), Mission System, Weapon-platform integration dan Teknologi Komposit, Radar SAR, Inertial Navigation System (INS), Electro-Optics Targeting System (EOTS) dan Guidance System.
Terkait Performance PUNA tipe MALE :
★ Operational Radius : 250 km (LOS)
★ Ceiling : 7200 m
★ Endurance : up to 30 hours
★ Aircraft Dimension
★ Length : 8.30 m
★ Wing Span : 16 m
Demikianlah Artikel Pemerintah Alokasikan Dana Rp 150 Miliar untuk Drone Pertahanan
Sekianlah artikel Pemerintah Alokasikan Dana Rp 150 Miliar untuk Drone Pertahanan kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Pemerintah Alokasikan Dana Rp 150 Miliar untuk Drone Pertahanan dengan alamat link https://beritawawancara.blogspot.com/2019/12/pemerintah-alokasikan-dana-rp-150.html
0 Response to "Pemerintah Alokasikan Dana Rp 150 Miliar untuk Drone Pertahanan"
Posting Komentar