Hangatnya Tradisi “Kepawon” di balik dingin lereng Bromo

Hangatnya Tradisi “Kepawon” di balik dingin lereng Bromo - Hallo sahabat Berita Wawancara, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Hangatnya Tradisi “Kepawon” di balik dingin lereng Bromo, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Artikel Kabar, Artikel Berita, Artikel Berita Wawan cara, Artikel Fenomena, Artikel Indonesia, Artikel Islam, Artikel Islami, Artikel Muslim, Artikel Politik, Artikel Ragam, Artikel Unik, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Hangatnya Tradisi “Kepawon” di balik dingin lereng Bromo
link : Hangatnya Tradisi “Kepawon” di balik dingin lereng Bromo

Baca juga


Hangatnya Tradisi “Kepawon” di balik dingin lereng Bromo

Penulis : Hendra Trisianto
Jum'at 02 Juni 2017



PROBOLINGGO,KraksaanOnline.com - Tradisi adalah segala hal yang melekat dalam kehidupan masyarakat dalam suatu daerah yang merupakan warisan leluhur atau nenek moyangnya, Khususnya di daerah – daerah pedalaman yang yang masih menjunjung tinggi budaya setempat seperti bahasa, pakaian hingga tata cara dalam interaksinya antara sesama maupun dengan penciptanya. begitu kayanya pulau Jawa akan Tradisi leluhur ini hingga seorang Gubernur-Jenderal Hindia Belanda 1811-1816, Sir Thomas Stamford Raffles pun mengakui kesederhanaan penduduk Jawa dengan segala tradisi kuno yang menyelimutinya, dalam bukunya yang melegenda (The Hystory of Java). 



Begitu pula dengan masyarakat Tengger yang  yang mendiami lereng gunung Bromo yang sudah menjadi destinasi wisata dunia ini, dimana penduduknya merupakan pribadi yang ramah dalam kesederhanaannya. Salah satu kekhasan dan kebaikan orang Tengger adalah Mereka sangat menghargai dan menghormati tamu ataupun orang luar yang berkunjung ke wilayahnya. Semuanya itu adalah karakter khas yang merupakan warisan leluhur mereka dan tetap mereka jaga sampai sekarang karena dalam kesehariannya orang Tengger selalu berupaya menjaga keselarasan antara pribadinya dengan Dewa mereka dan roh para leluhurnya yang mereka yakini masih ada di sekitar mereka. Karena bila hal tersebut tidak dilakukannya mereka percaya bencana akan menimpa mereka.



Tradisi “Kepawon” adalah salah satu tradisi kuno masyarakat Tengger, yakni kebiasaan menyambut dan menerima tamu istimewa mereka bukanlah di ruang tamu melainkan di ruang dapur. Biasanya hal ini dilakukan pada malam hari ataupun di waktu-waktu lain yang memang kondisinya sedang dingin.  hangatnya tegur sapa penduduk asli dengan dialek nya yang khas seakan kawin dengan kehangatan api tumang yang dibiarkan tetap menyala lengkap dengan sajian makanan hasil kebun mereka sendiri seperti Kentang bakar dan Kentang kukus beserta wedhang kopi nya. 



Sedangkan tradisi Kepawon itu sendiri masih tidak banyak diketahui para turis, kemungkinan mereka hanya terpaku pada destinasi wisata yang sudah umum di areal gunung Bromo dengan segala fasilitas penginapan yang memadai disekitarnya. Dan saya adalah salah satu turis yang beruntung bisa merasakan hangatnya tradisi “Kepawon” tersebut. Kesempatan itu saya dapat saat bersama Camat Sukapura ketika mengunjungi bukit Trianggulasi yang terletak di Dusun Pusung Malang Desa Sapikerep. Selain wisata ini masih Anti-mainstream, ditawari untuk menikmati wajah Bromo dari sisi lain lengkap dengan pemandangan pemukiman warga suku tengger-nya, woow….!  tentu tawaran yang tidak bisa saya tolak pada waktu itu.



Tradisi Kepawon ini adalah komoditi wisata budaya yang tengah ditawarkan Camat Sukapura bersamaan dengan di Lounching-nya wisata Bukit Trianggulasi yang masih perawan ini beberapa waktu yang lalu. Menurutnya meski belum adanya fasilitas penunjang wisata di sini  pihaknya bersama warga sekitar harus cerdas dalam menarik minat wisatawan. Rumah – rumah  penduduk asli yang berada tidak jauh dari puncak bukit Trianggulasi telah disiapkan sebagai homestay atau tempat istirahat sementara untuk para turis mancanegara maupun turis domestik yang akan berkunjung kesini, sederhana namun sudah dilengkapi dengan fasilitas MCK yang memadai. 



“ inilah salah satu komoditi yang ingin kami kenalkan, kami telah berkomitmen bersama Pemerintah Desa dan penduduk sekitar bukit Trianggulasi untuk bersama – sama mengenalkan kearifan lokal ini selain wisata panoramanya, saya yakin hangatnya keramahan tradisi Kepawon ini akan melengkapi cerita seru wisata baru ini dan tidak akan terlupakan sampai kapanpun “ ungkap Yulius Christian saat sedang ber- Kepawon di rumah Pak Anik, salah satu penduduk asli Dusun Pusung Malang. 



Disela – sela obrolan ringan kami itu Pak Anik juga berharap agar kedepannya Daerah kelahirannya ini makin dikenal dan diminati juga oleh para wisatawan, sehingga nantinya juga akan meningkatkan taraf perekonomiannya seperti di Desa Ngadisari yang kini telah ramai dikunjungi wisatawan.



Menanggapi hal tersebut Yulius menuturkan bahwa Bukit Trianggulasi ini secara lengkap menawarkan tiga pesona didalamnya, kemolekan alam dan historisnya, kehangatan tradisi Kepawon penduduknya dan Sensasi irama adrenalin yang berbeda dari objek wisata di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). (baca Suguhan Wisata Anti-Mainstream Bukit Trianggulasi) “ suatu Komoditi wisata akan lebih diminati wisatawan manakala didalamnya disuguhkan secara lengkap mulai dari potensi alam sebagai destinasi wisatanya serta ragam tradisi leluhurnya sebagai wisata Budaya . Jika pengelolaan dua elemen ini dapat berjalan secara beriringan dengan kemasan yang apik, maka saya yakin seiring dengan hadirnya wisatawan kesini tentun akan berdampak positif terhadap peningkatan taraf perekonomian penduduknya “ ujarnya.


Suasana pekat malam, disertai hembus hawa dingin khas lereng gunung Bromo saat itu pun rasanya tak sanggup menerpa kehangatan yang tengah kami jalin pada malam itu. Sejenak setelah pak Anik membiarkan kami terlelap dalam tidur, panorama sunrise puncak Trianggulasi telah menunggu kami untuk diabadikan. Secuil dari kekayaan tradisi leluhur ini serasa menambah rasa bangga saya sebagai warga Kabupaten Probolinggo. Dan benar kata Camat Sukapura, sampai saat artikel ini tertulis saya masih ingat betul detail dari pengalaman tersebut tanpa melihat kembali catatan kecil yang biasa saya bawa. 

Photography : 
Hendra Trisianto / Rumput Liar

#endlessprobolinggo
#sukapura
#gunungbromo
#bukittrianggulasi




Demikianlah Artikel Hangatnya Tradisi “Kepawon” di balik dingin lereng Bromo

Sekianlah artikel Hangatnya Tradisi “Kepawon” di balik dingin lereng Bromo kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Hangatnya Tradisi “Kepawon” di balik dingin lereng Bromo dengan alamat link https://beritawawancara.blogspot.com/2017/06/hangatnya-tradisi-kepawon-di-balik.html

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Hangatnya Tradisi “Kepawon” di balik dingin lereng Bromo"

Posting Komentar